REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata pelajaran Pendidikan dan Kewarganaan (PKn) dinilai belum berhasil menanamkan kesadaran politik pada siswa. Materi yang terdapat dalam kurikulum PKn dianggap belum mencerminkan semangat politik nasional.
"Pendidikan awal politik di sekolah ada tapi belum terlalu mengena," kata anggota Komisi X DPR, Reni Marlinawati ketika dihubungi Republika, Kamis (2/5).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini mencontohkan materi patriotisme terhadap tanah air di pelajaran PKn. Menurut dia, sejumlah materi patriotisme tidak memuat kisah heroisme tokoh nasional melainkan tokoh-tokoh asing.
"Materinya soal Saddam Husein melawan George W. Bush. Bukan kisah Pangeran Diponegoro dan Jendral Soedirman," contoh Reni.
Materi ajar yang salah ditambah kualitas guru yang tak optimal juga membuat upaya penanaman nilai-nilai politik jauh panggang dari api. Harus ada kemauan bersama dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan menanamkan kepedulian politik pada generasi muda.
Reni mengatakan hal itu penting untuk menanggulangi sikap apriori generasi muda terhadap politik. "Kalau tidak dirubah, Golput akan semakin bertambah," kata Reni.
Reni menyatakan fenomena golput di kawula muda tidak bisa dipandangan remeh. Golput bukan hanya sekadar cerminan apatisme. Lebih jauh dari itu, golput menjadi tanda hilangnya kepedulian generasi terhadap kondisi bangsa dan negara.
Partai juga tidak boleh ketinggalan peran. Sebagai satu entitas politik, partai berkewajiban menanamkan nilai-nilai politik kepada generasi muda. Sayangnya, kata Reni, belum ada partai politik yang mampu mengemas pendidikan politik dengan gaya anak muda.
Pendidikan politik disampaikan dengan cara yang kaku dan tidak membumi. "Kalaupun ada gerakan itu hanya dilakukan secara individu bukan institusi," demikian Reni.