Jumat 03 May 2013 11:29 WIB

Kewenangan DPD Perlu Diperkuat

Gedung Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Foto: SETKAB.GO.ID
Gedung Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perlu diperkuat agar dapat sejajar dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membuat produk legislasi yang bisa menguntungkan pembangunan daerah.

''Saat ini, posisi politis DPD lemah karena kewenangan politiknya sebatas usul dan saran/pertimbangan yang tentunya ditujukan kepada DPR,''  ujar bakal calon anggota DPD RI dari DKI Jakarta , Rommy kepada ROL, Jumat (3/5).  Padahal, kata dia, DPD merupakan lembaga perwakilan politik daerah provinsi yang dipilih melalui suatu pemilihan secara langsung.

Alumnus Faculty of Arts University of Western Australia (UWA) itu menegaskan,  DPD dan DPR memiliki  fungsi konstitusional sebagai lembaga yang mewakili kepentingan rakyat. Keduanya, kata dia, menjadi wujud representative-democracy.

''Dengan demikian, dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia berlaku dua sistem lembaga perwakilan sekaligus, yaitu DPR yang mewakili konstituensi secara nasional dan DPD yang mewakili kepentingan daerah dan lokal,'' tutur Rommy.

Menurut Rommy, dua sistem perwakilan kepentingan semacam itu dinamakan sistem dua kamar/bikameral (bicameralism). ''Saya kira in akan semakin memperkaya dan memperdalam demokrasi kita karena DPR tidak lagi menjadi satu-satunya  penentu," tegasnya.

Sebagai negara kepulauan yang besar dan menganut sistem demokrasi,  kata dia, sangat cocok Indonesia memiliki dua kamar parlemen atau bikameral. Menurut dia,  bikameral  mewakili dan mengawal kebijakan pemerintah khususnya agar tidak merugikan daerahnya.

"Wujud adanya DPD adalah perwujudan dari adanya transisi demokrasi," imbuhnya. Rommy tak menampik anggapan sebagian orang bahwa DPD tidak diperlukan sebab seolah-olah tidak berfungsi karena hanya sebatas pemberi saran kepada DPR.

"Jika lembaga DPR mengalami krisis ketidakpercayaan karena maraknya kasus korupsi anggota dewan, DPD mengalami krisis keterwakilan politik yang berujung pada ketidakpedulian rakyat pada kinerja politik DPD. Masyarakat tidak terlalu peduli apa yang dilakukan DPD dan menganggap jika perlu lembaga ini dihapuskan," ungkapnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, yang harus dilakukan adalah memperkuat kewenangan DPD RI dan bukannya dilemahkan. Dengan perannya yang masih terbatas sebagai lembaga pengawasan saja, otomatis posisinya lebih minor dari DPR.

''Maka putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tempo hari terkait tinjauan kewenangan DPD harus diapresiasi dan ditindaklanjuti untuk memaksimalisasi kewenangan DPD," jelas tokoh muda kelahiran 9 Februari 1981 ini.

Rommy menjelaskan, putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 mengembalikan kewenangan DPD. Yakni memberikan kewenangan kepada DPD dalam pembahasan legislasi dengan DPR.

Dengan terlibatnya DPD dalam legislasi, akan menjadi momentum untuk memperbaiki legislasi nasional yang lebih efektif, efisien, dan lebih produktif.  "Hal ini dikarenakan DPR tidak menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk perumusan/pengesahan UU.''

Selain itu, kata dia, UU yang biasanya cakupannya hanya dengan melihat konteks secara nasional, diharapkan dengan terlibatnya DPD, dapat mengakomodir peta kondisi daerah agar nantinya UU tersebut juga bisa efektif dijalankan dan diterjemahkan hingga ke level daerah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement