Ahad 05 May 2013 16:29 WIB

Pemerintah Jangan Bersikap 'Keras' Terhadap Aktivis OPM

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Nidia Zuraya
Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Foto: napiremkorwa.blogspot.com
Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Kaukus Papua di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Paskallis Kossay meminta pemerintah tidak mengedepankan cara-cara kekerasan terhadap para aktivis muda Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kendati mereka memiliki cara pandang berbeda tentang NKRI, namun para aktivis muda OPM tetap bagian dari Indonesia.

"Pemerintah jangan melakukan pendekatan kekerasan," kata Paskalis ketika dihubungi ROL, Ahad (5/5).

Paskalis mengatakan cara kekerasan kontraproduktif terhadap upaya membangun kesadaran berbangsa dan bernegara. Kekerasan harus ditinggalkan sebab itu hanya akan menjadi pembenaran bagi para OPM memisahkan Papua dari NKRI. "Kekerasan membuat mereka merasa dianiaya," ujarnya.

Pemerintah daerah Papua memainkan peran penting menyadarkan ideologi menyimpang para aktivis OPM. Caranya dengan menyejahterakan rakyat Papua lewat berbagai program otonomi khusus. Menurut Paskalis pemerintah pusat telah memberikan perhatian besar kepada masyarakat Papua lewat dana otonomi khusus. "Otonomi khusus gunakan untuk meningkatkan pendidikan, pembangunan, kesehatan, dan ksejahteraan di Papua," ujar Paskalis.

Peresmian kantor perwakilan OPM di Oxford Inggris yang dihadiri Wali Kota Oxford, Moh Niaz Abbasi merupakan tindakan provokasi asing terhadap kedaulatan NKRI. Paskalis menyatakan Inggris telah melanggar perjanjian internasional tentang pengakuan kedaulatan negara. Paskalis mendesak pemerintah Indonesia melakukan protes keras ke Pemerintah Inggris. "Inggris sengaja ingin memecah belah," ujar anggota Komisi I Fraksi Golkar ini.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi I DPR, Ramadhan Pohan menyatakan hal senada. Menurutnya pemerintah Indonesia harus mendesak Inggris menutup kantor perwakilan OPM di Oxford. Menurutnya pemerintah Indonesia bisa membekekukan hubungan diplomatik dengan Inggris jika Inggris menolak menutup kantor OPM. "Sikap tegas penting karena menyangkut integritas NKRI," ujarnya.

Ramadhan menyatakan saat ini Papua tengah menjadi obyek permainan dunia internasional. Ada upaya meninternasionalisasi isu Papua yang tidak pada tempatnya. Dia mengatakan Inggris sedang bermain api dengan membuka kantor OPM di Oxford. "Jika reaksi kita lemah maka bola bisa lepas kontrol, jadi liar," katanya.

Posisi Papua sebagai bagian NKRI sudah final. Secara historis perebutan wilayah Papua oleh Indonesia dan Belanda selesai. Hal ini diperkuat lewat dukungan internasiona dengan penandatangan New York Agreement antara RI-Belanda, dengan mediasi Amerika Serikat, dan kemudian disahkan lewat Resolusi PBB 1752/XVII (1962). "New York Agreement ini menjadi dasar resolusi tersebut yang sebelumnya telah mendapat persetujuan Dewan Keamanan PBB, termasuk 5 anggota tetap di mana Inggris salah satunya," terang Ramadhan.

Politisi Partai Demokrat ini meragukan agumentasi Dubes Inggris bahwa insiden peresmian kantor OPM bukan kebijakan Pemerintahnya. Menurut Ramadhan pernyataan itu terlalu defensif, sumir, naif dan tidak dapat diterima (unacceptable). "Acara itu dihadiri unsur negara: parlemen dan Walikota Oxford! Mau berkilah apa lagi!," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement