REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemalsuan lukisan semakin marak dengan canggihnya peralatan teknologi informasi. Lukisan tersebut pun bahkan sudah tersertifikasi.
Godod Sutedjo, pelukis Yogyakarta mengatakan, "Adanya mesin percetakan yang canggih, satu lukisan bisa dicetak 100, nanti tinggal ditambahi dengan cat sedikit sudah lain," kata Godod saat pembukaan pameran empat pelukis di Posnya Seni Godod Yogyakarta, Senin (20/5).
Empat pelukis yang melakukan pameran yaitu Casjiwanto, Wisnu Baskoro, Supriyatno dan Sahuri menggelar pameran bersama di Posnya Seni Godod Yogyakarta. Pameran yang belangsung 19-29 Mei ini dibuka seniman Bambang Oeban, Ahad (19/5) malam.
Kondisi ini, lanjut Godod, membuat para kolektor lukisan semakin hati-hati dalam membeli lukisan, terutama di bursa-bursa lukisan. Mereka sangat selektif terhadap lukisan yang akan dikoleksinya.
Agar tidak tertipu, kata Godod, para kolektor mendekati para pelukis dan melihat secara langsung lukisan yang akan dibelinya. Sehingga, pelukis ke depan harus mempunyai 'dapur' untuk menciptakan lukisannya.
Menurutnya, persoalan seni rupa tidak bisa dipisahkan dari berbagai aspek atau isu-isu yang telah, sedang, atau akan terjadi. Dia menjelaskan, seniman harus peka dan tanggap terhadap berbagai kejadian maupun perubahan dan tidak kehabisan akal/ide dalam berkarya.
Seniman kata Godod, terus melihat, berfikir serta merefleksikan gejala, baik dalam ruang makro maupun mikro. Semua ini diserap dan diendapkan lalu divisualisasikan dengan karya seni (rupa).
"Tentu saja dengan balutan pesan lewat simbol-simbol tertentu dan ada nilai-nilai positif yang dapat ditangkap oleh apresian," kata Godod.
Keempat pelukis, kata Godod, mencoba merefleksi gejala persoalan kebudayaan yang tengah berlangsung. "Lukisannya banyak menampilkan tentang kearifan lokal," katanya.