REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya menyatakan perlunya melibatkan peran tokoh agama dan memanfaatkan tempat ibadah maupun kegiatan keagamaan untuk menekan kemungkinan terjadinya perdagangan manusia.
"Untuk mencegah perdagangan manusia, dapat memanfaatkan jalur-jalur agama, rohaniawan, selain jalur resmi baik formal maupun non formal," kata Christiandy Sanjaya saat dihubungi di Pontianak, Jumat (24/5).
Menurut dia, pesan-pesan akan bahayanya perdagangan manusia dapat disampaikan misalnya ketika umat Kristen beribadah di gereja. Sementara untuk kalangan Muslim, disampaikan ketika Sholat Jumat.
"Begitu juga agama lainnya, pesan-pesan ini dapat disampaikan. Bayangkan ada berapa gereja, masjid, serta tempat ibadah lainnya di Kalbar," ujar dia.
Ia menambahkan, untuk mengatasi perdagangan manusia, tidak dapat dilakukan dari pemerintah saja. Ia mencontohkan di Entikong, Kabupaten Sanggau, yang mempunyai sarana lengkap sebagai pintu keluar masuk Indonesia - Malaysia secara resmi.
"Tetap saja terjadi perdagangan manusia, apalagi yang melewati jalan-jalan pintas di perbatasan," kata Christiandy Sanjaya.
Ia mengungkapkan, di sepanjang perbatasan Indonesia - Malaysia di wilayah Kalbar, setidaknya terdapat 60 jalan tikus menuju kedua negara. "Entah berapa banyak korban perdagangan manusia, ini yang sulit dideteksi," kata dia.
Christiandy Sanjaya mengakui, adanya jalan-jalan pintas tersebut merupakan bagian dari konsekuensi geografis dari Kalbar yang luasnya 1,3 kali Pulau Jawa dan Bali.
Selain itu, dalam berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi, banyak yang jadi korban berasal dari luar Kalbar. Misalnya Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Jakarta.
Sedangkan untuk dari dalam Kalbar, korban berasal dari sejumlah daerah seperti Kabupaten Sambas, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sanggau, Kota Pontianak dan Singkawang.