REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, Sonny Harry B Harmadi, mendukung langkah pemerintah menaikkan cukai rokok. Kenaikan itu untuk mempersempit keterjangkauan atas rokok dan meningkatkan penerimaan negara.
"Keterjangkauan rokok sangat berbahaya sehingga harus mendapat perhatian. Agar keterjangkauan atas rokok menurun, salah satu kebijakan yang dapat ditempuh adalah kebijakan harga," kata Sonny Harry B Harmadi di Jakarta, Senin (10/6).
Sonny mengatakan kebijakan harga tidak mungkin dilakukan dengan meminta industri menaikkan harga rokok. Yang paling memungkinkan dilakukan adalah dengan menaikkan cukai rokok. Menurut Sonny, menaikkan cukai untuk membatasi keterjangkauan rokok bukan sebuah ilusi. Di beberapa negara maju, kata dia, harga rokok sudah sangat tinggi karena tingginya cukai untuk membatasi keterjangkauan rokok.
"Di Indonesia, harga rokok sangat murah. Justru harga daging sapi dan jengkol sangat mahal sehingga banyak masyarakat yang tidak bisa menjangkau," tuturnya. Keterjangkauan rokok, kata Sonny, mendorong peningkatan perokok aktif yang semakin banyak, termasuk di kalangan anak-anak. Dia menyebutkan seperlima anak-anak berusia 15 tahun hingga 19 tahun di Indonesia sudah mulai merokok.
Sonny memberikan sambutan dalam jumpa pers Kebijakan Cukai untuk Menurunkan Keterjangkauan Rokok yang diadakan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta. Pembicara dalam acara tersebut adalah Kepala Subbidang Teknis Kepabeanan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Budi Setiawan, peneliti Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SEATCA) Sophapan Ratanachena, dan sejumlah peneliti lainnya.