REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan, dalam RUU Ormas, ormas hanya perlu melaporkan keuangannya secara terbuka sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas sebuah organisasi.
"Jumlah uang yang ada di ormas itu tidak dibatasi, hanya yang menjadi masalah adalah dibukanya laporan keuangan mereka. Pemerintah menerima uang dari Negara bisa dipertanggungjawabkan, masa ormas menerima bantuan dana tidak mau diaudit," paparnya ketika berbincang dengan wartawan di Kantor Kemdagri di Jakarta, Rabu (26/6).
Sementara Sekretaris Eksekutif Setara Institute, Benny Susetyo mengatakan, untuk mewujudkan dan mengatasi pelanggaran terkait transparansi dan akuntabilitas ormas dalam hal keuangan, itu sudah diatur oleh UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Pencucian Uang.
"Jika berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dianggap tidak cukup atau tidak efektif, maka seharusnya peraturan perundang-undangan tersebut yang direvisi," kata Romo Benny.
Romo Benny mengatakan, UU Ormas itu hanya akan mengebiri keberadaan ormas, sementara UU Perkumpulan diperlukan karena Indonesia, sebagai Negara demokratis, memerlukan paradigma kesetaraan.
Publik justru terjebak pasal per pasal di dalam RUU Ormas yang secara konseptual tidak menjunjung fungsi ormas sebagai kekuatan masyarakat sipil dalam membangun demokrasi. "Justru jebakannya di sana, padahal pasal itu bermasalah karena paradigma yang keliru sejak awal UU Ormas itu dibentuk," ujarnya.