REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Gerombolan manusia yang emosional berkumpul di luar sebuah rumah sakit di mana Nelson Mandela terbaring kritis, Rabu (26/6) ini. Sementara saudara dan tetua adat bersiap menyelenggarakan upacara perjalanan terakhir mantan pemimpin Afrika Selatan itu.
Para pendukung yang bernyanyi menyemut di luar rumah sakit di kota Pretoria di mana pahlawan anti-apartheid berusia 94 tahun itu tengah berjuang melawan maut. Lilin dinyalakan, sementara doa dipanjatkan seorang uskup Afrika Selatan demi akhir damai nan sempur ikon anti apartheid itu.
"Kita semua telah dipersatukan, hitam dan putih bersama. Itulah yang diajarkan Mandela kepada kita," kata Lerato Boulares (35 tahun) yang menyanyikan himne di pintu masuk Rumah Sakit Jantung Mediclinic, Pretoria.
Proteas, bunga kebangsaan Afrika Selatan, serta melatih warna merah dan kuning berjejer di bawah dinding berdekorasi dengan memuat pesan-pesan kesembuhan untuk Mandela. Mantan tahanan politik itu dihormati sebagai arsitek perjalanan luar biasa Afrika Selatan dari semula diperintah minoritas kulit putih menuju pemilihan umum multiras yang fenomenal pada 1994.
Dia dilarikan ke rumah sakit pada 8 Juni lalu akibat infeksi akut paru-paru yang dideritanya sejak 27 tahun dipenjara di Robben Island dan penjara lainnya di era apartheid. Menurut media setempat, para tetua klan Thembu dari mana Mandela berasal menjenguk pemenang Hadiah Nobel yang oleh klannya dipanggil Madiba itu.
Para tetua menjenguk Mandela untuk mendiskusikan apa yang semestinya dilakukan. Seorang sumber mengatakan bahwa ada ketaksepakatan dalam keluarga mengenai tempat Mandela dimakamkan nanti.
Sejumlah laporan menyebutkan anggota keluarga berdebat mengenai apakah mereka mesti memindahkan makam ketiga anak Mandela ke kampung masa kecil Mandela yang akan menjadi tempat pemakamannya.
Di muka rumah sakit itu media massa, terutama televisi, yang diantaranya datang jauh di luar Afrika Selatan, menggelar tenda, menanti kabar terakhir mengenai kondisi kesehatan Mandela. Mereka ini bersaing tempat dengan para pendukung Mandela yang juga mengepung rumah sakit.
"Saya berdoa untuknya, setiap hari, setiap pagi agar dia jangan dulu meninggal," kata Folashade Olaitan. Sedangkan anak-anak sekolah menggelar poster bertuliskan "We love u Tata (father)" atau "Kami semua mencintaimu bapak."