CANBERRA -- Kepolisian Federal Australia sedang menyelidiki seorang manajer tinju asal Sydney, yang dituduh menyelundupkan petinju Filipina ke Australia dan memperlakukan mereka sebagai budak.
Beberapa petinju ini mengatakan kepada ABC, manajer tersebut merekrut mereka dengan iming-iming kekayaan dan kesuksesan. Kenyataannya ketika mereka tiba di Sydney sangat berbeda. Paspor mereka disita dan mereka diperlakukan sebagai pembantu rumah tangga tanpa bayaran.
Selama hampir tiga tahun bungkam, beberapa petinju Filipina itu memutuskan untuk mengungkapkan eksploitasi yang terjadi pada mereka. Salah satunya adalah Czar Amonsot. Ia baru memulai karir cemerlangnya di sirkuit kelas ringan internasional, ketika warga Filipina-Australia Dido Bohol merekrutnya ke Sydney. "Ia menjanjikan, saya akan menghasilkan uang di sini. Walaupun saya tidak bertanding, saya bisa mendapatkan pekerjaan dan mengirimkan uang ke keluarga saya di Filipina," katanya.
Seorang petinju muda lainnya, Alann Jay Tuniacao, juga direkrut ke Australia untuk bertanding di bawah asuhan Dido Bohol. "Saya pertama berpikir bahwa Dido benar-benar orang penting, dari wajahnya dan gaya berpakaiannya," katanya.
Pada bulan Juni 2010, kedua petinju terbang ke Sydney dengan visa olahraga sementara.
Tapi ketika mereka tiba di rumah manajer Dido Bohol di Green Valley, Sydney Barat, situasi kemudian berubah. Pertama paspor mereka disita, kemudia mereka diberitahu oleh Bohol bahwa mereka berutang uang padanya dan mereka harus tinggal di rumahnya.
'Makan tulang ayam'
Mereka mengatakan mereka dipaksa untuk tinggal di garasi dengan tiga orang lainnya. "Kami seperti dipenjara. Kami tidak boleh berkenalan atau berbicara dengan warga Filipina lainnya," kata Tuniacao.
Tuniacao mengatakan garasi tempat tinggal mereka sangat dingin di musim dingin sekarang ini. "Ketika saya di sini, saya jadi sakit. Saya selalu mimisan ketika bangun pagi karena kedinginan," katanya.
Mereka mengaku dibuat kelaparan, karena hanya makan tulang ayam dan nasi atau sisa makanan dari rumah utama. "Kami hanya makan tulang, saus dan nasi," kata Tuniacao.
Para petinju itu dijadikan pembantu rumah tangga tanpa bayaran di rumah Bohol.
Tiga bulan kemudian, Czar Amonsot akhirnya bisa bertanding. "Saya menang $3.500 dolar kalau tidak salah. Tapi ia mengambil jatahnya untuk membayar tiket dan pengeluaran saya. Jadi saya hanya dapat $650," katanya.
Merasa tertipu, Amonsot meninggalkan kediaman Bohol tanpa paspornya. Ketika Tuniacao memenangkan pertandingan pertamanya, ia juga mengeluh Bohol mengambil hampir semua jatah kemenangannya."Saya hanya dapat $400, karena katanya saya harus membayar tiket dan biaya visa saya untuk datang ke sini," katanya.
Bohol mengancam akan mengirim ia kembali ke Filipina dengan bekal $20 ketika ia melawannya. Akhirnya Tuniacao melarikan diri dan melapor ke polisi. Kepolisian Federal Australia kemudian merazia arena tinju Bohol Oktober 2010, setelah klaim adanya eksploitasi dan penyelundupan manusia.
Departemen Imigrasi melakukan yang hal sama setahun kemudian, menggagalkan persetujuan sponsornya dengan arena tinju JMH milik Bohol.
Namun dua tahun kemudian, ABC tidak bisa menemukan bukti adanya dakwaan yang dijatuhkan terhadap Bohol ataupun arena tinjunya.
Sudah 10 tahun
ABC juga menemukan skala eksploitasi Bohol jauh lebih besar dibanding yang diperkirakan. Aktivitas rekrutmen sudah ia lakukan selama sepuluh tahun, dan sudah lebih dari 20 petinju Filipina dibawa ke Sydney. Analisa mendalam mengenai aktivitas para petinju ini di Australia menunjukkan pola kekalahan dan KO yang mencurigakan.
Kemudian mereka menghilang dari sirkuit pertandingan Australia.
Mantan kekasih salah satu petinju Filina itu, Michelle Canoy, unjuk bicara mengenai pacarnya. Menurutnya, Roberto Ruiz pertama kali direkrut Bohol pada tahun 1997. Ia bertanding selama tiga tahun di Australia. "Saya tahu ia menderita pendarahan dan punya masalah penglihatan karena ia tidak pernah dirawat dengan baik setelah bertanding," kata Canoy.
Ia juga mengatakan Ruiz lari dari arena tinju Bohol dan menjadi imigran gelap. Terancam deportasi dan hampir buta, Ruiz bunuh diri di Sydney. Canoy mengajukan penduan resmi ke Departemen Imigrasi setelah kematian Ruiz. "Kami mengajukan komplen, tapi saya hanya berusia 20 tahun saat itu jadi saya tidak mendengar apa-apa setelahnya. Tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi, membuat saya jijik," katanya.
Melalui pembicaraan telepon dengan ABC, Bohol membantah tuduhan bahwa ia memperlakukan petinjunya layaknya budak. Menurutnya, ia sebenarnya membantu mereka. "Saya tidak pernah menyita paspor mereka," katanya.
"Itu semua kebohongan. Kami punya perjanjian, kami menanda-angani kontrak. Semuanya tertulis," bantahnya.