REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aturan minimal uang muka atau down payment (DP) pada pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor dan rumah menimbulkan dampak beragam bagi lembaga pembiayaan syariah.
Bank BNI Syariah, misalnya, mengaku tidak merasakan dampak berarti dalam pembiayaan kepemilikan rumah. "Alhamdulillah, BNI Syariah banyak melakukan pembiayaan di rumah pertama (first house) jadi tidak kena dampak banyak," kata Direktur BNI Syariah, Dinno Indiano, kepada ROL baru-baru ini.
Per Juni 2013, pembiayaan KPR BNI Syariah tumbuh 28 persen menjadi Rp 900 triliun. BNI Syariah menargetkan pembiayaan rumah mampu tumbuh 40 persen di akhir tahun.
Meski Bank Indonesia (BI) akan memberlakukan ketentuan minimal uang muka tambahan bagi rumah kedua, ketiga dan seterusnya, namun Dinno tidak terlalu khawatir. "Karena pembiayaan KPR kami didominasi rumah pertama. Sedangkan yang rumah kedua, ketiga dan seterusnya itu sedikit sekali porsinya," ujarnya.
Berbeda dengan BNI Syariah, perusahaan pembiayaan Adira Finance justru merasakan dampaknya. Alhasil, perusahaan harus menurunkan target pembiayaan syariahnya menjadi Rp 9 triliun dari target awal Rp 10 triliun.
Direktur Keuangan Adira Finance, I Dewa Made Susila belum terpikir untuk meningkatkan margin. "Pembiayaan sulit bersaing lewat margin karena selama ini masih mengandalkan perbankan dalam sisi pendanaan," ucapnya.
Deputi Komisioner Industri Keuangan Non-Bank II OJK, Dumoly F Pardede mengatakan bisnis pembiayaan di lembaga syariah semakin tumbuh. Untuk itu, hal ini harus diimbangi manajemen risiko yang baik dalam penyaluran pembiayaan. Aturan minimal uang muka menjadi salah satu manajemen risiko tersebut.
Dia mengatakan pemberlakuan aturan itu tidak akan membuat bisnis pembiayaan kendaraan bermotor dan KPR syariah terpuruk. Pasalnya dia yakin sektor pembiayaan masih menyimpan banyak potensi.
Pertumbuhan pembiayaan syariah memang telah terlihat pada tiga tahun terakhir. Pada 2011, outstanding pembiayaan syariah tumbuh 560 persen dibanding tahun sebelumnya. Kemudian pada 2012, pembiayaan kembali kembali meningkat menjadi Rp 19 triliun dari jumlah sebelumnnya Rp 3 triliun.
Total nilai pembiayaan multifinance pada kuartal I 2013 mencapai Rp 312,9 triliun. Jumlah ini 7,37 persen dari total kredit multifinance secara keseluruhan.