REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 8 orang tewas, lima hilang, 10 luka-luka, dan 31 rumah rusak akibat banjir dan longsor yang melanda Kota Ambon, Maluku Senin (29/7). Banjir terjadi akibat hujan deras yang terjadi sejak Senin (29/7) malam hingga Selasa (30/7) siang.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, banjir melanda pemukiman yang berada di bantaran sungai dan lereng perbukitan Galala, Batu Merah, Lapangan Polres Kota, depan Masjid Alfatta, Jalan Diponegoro, Jalan Baru, Soa Bali, hingga di Jalan Kebon Cengkeh menuju Asrama Brimob.
"Data sementara dari Dandim 1504/Ambon, banjir dan longsor menyebabkan delapan orang meninggal dunia. Dengan rincian dua orang di Ahuru, satu orang di Galunggung, dua orang di Batu Gajah, satu orang di Eri, dan dua orang ditemukan di Tanah Tinggi tanpa identitas," ujar Sutopo dalam pesan singkat yang diterima Republika Selasa (30/7).
Selain itu, ujarnya, akibat banjir dan longsor lima orang hilang. Dengan rincian satu orang hilang di Ahuru, satu orang hilang di Batu Gajah, dan tiga orang hilang di Bt Meja. Sedangkan kerugian material, Sutopo merinci, terdiri dari delapan rumah hanyut, satu rumah tertimbun, da 30 rumah rusak.
Saat ini, personil BNPB, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, PMI, SKPD dan masyarakat melakukan penanganan darurat. "Korban hilang masih dicari. Pendataan masih dilakukan," ujarnya.
Ia menjelaskan, banyaknya bencana yang melanda Maluku perlu diwaspadai. Karena hujan Maluku bertipe lokal. Artinya tidak dipengaruhi oleh angin muson dari Australia dan Asia sehingga memiliki musim hujan seperti kebanyakan Indonesia pada November-April.
Musim hujan di Maluku dipengaruhi oleh sea surface temperature (SST) di perairan Maluku. Saat ini SST di perairan Maluku lebih 2 derajat celcius dari normalnya. "Puncak hujan di Maluku adalah Juli-Agustus. Jadi kalender bencana di Maluku dan Malut berbeda dgn daerah lain di Indonesia," ujarnya.