REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo mempunyai usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di dekat Semarang, Jawa Tengah. Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas) itu sudah mempunyai usaha SPBU sejak 2005.
SPBU itu terletak di Jalan Arteri Kaliwungu, Kendal. Mengenai usaha SPBU ini, ternyata Djoko tidak memasukannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per tanggal pelaporan 20 Juli 2010.
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang itu ternyata sengaja tidak melaporkannya. "Sebagai aparat, kalau usaha dengan kekayaan seperti itu, tidak akan dilihat secara normatifnya tidak pas secara jujur," kata dia, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (1/8).
Dengan alasan itu, Djoko tidak memasukkan usaha SPBU dalam LHKPN yang dilakukan secara berjenjang. Ia berdalih sebagai pegawai negeri terbatas untuk melakukan pelaporan.
Ia pun mengatakan, perilaku seperti itu dilakukan pegawai negeri lainnya. "Itu mohon maaf, pegawai negeri lain pun ada yang sama lakukan. Yang logis, tidak berlebihan," ujar dia.
Dalam surat dakwaan, LHKPN Djoko per tanggal pelaporan 20 Juli 2010 memang tidak mencantumkan SPBU. Dalam laporan itu, Djoko tercatat mempunyai harta kekayaan sekitar Rp 5,623 miliar.
Harta itu terdiri dari tanah dan bangunan di Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan dengan nilai NJOP Rp 2,665 miliar. Kemudian ada tanah seluas 700 meter persegi di daerah yang sama dengan NJOP Rp 1,945 miliar.
Djoko juga mempunyai harta bergerak senilai Rp 275 juta. Harta itu terdiri dari dua mobil Toyota Kijang Innova dengan nilai jual Rp 140 juuta dan Rp 135 juta.
Djoko juga mempunyai hasil sendiri dengan nilai Rp 237,442 juta. Berdasarkan surat dakwaan, bukan hanya SPBU yang tidak masuk dalam LHKPN Djoko. Ia juga disebut mempunyai aset lain yang tidak tercantum dalam LHKPN.