REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Analis politik Joko J Prihatmoko menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla merupakan duet ideal sebagai capres dan cawapres pada Pemilihan Presiden 2014.
"Popularitas Jokowi (panggilan Joko Widodo) hingga hari ini begitu tinggi, temasuk di luar Jawa. Kalau dipasangkan dengan Jusuf Kalla (JK), keduanya merupakan pasangan yang merepresentasikan kaum nasionalis dan Islam karena Kalla itu orang NU (Nahdlatul Ulama) meski beliau kader Golkar," katanya di Semarang, Kamis (29/8).
Dosen FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang tersebut menambahkan duet Jokowi-JK juga mencerminkan representasi Jawa-luar Jawa. Menurut dia, JK merupakan sosok yang memiliki pengalaman panjang sebagai pebisnis sekaligus sukses melakukan terobosan ekonomi semasa menjadi wakil presiden.
"Dukungan dari 'grassroot' (masyarakat bawah) kepada Jokowi sangat kuat. Kesederhanaan dia dalam memecahkan masalah yang rumit telah membentuk dirinya sebagai sosok berkarisma," ujar Joko.
Latar belakang ideologi seorang calon tetap penting karena realitas politik tersebut tidak bisa dinafikan ketika meracik pasangan capres dan cawapres di negeri multikultural seperti Indonesia.
Meskipun Jokowi memiliki elektabilitas tinggi, menurut Joko, bukan berarti mantan Wali Kota Surakarta ini bakal mulus mendapat dukungan dari PDI Perjuangan, partai tempat bernaung Jokowi.
"Saya kira elektabilitas Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI Perjuangan) nantinya tidak bakal sebesar ketika dia kalah dalam Pilpres 2009. Begitu pula bila Puan Maharani didorong jadi capres," kata Joko.
Joko memprediksi Jokowi merupakan pilihan paling rasional PDI Perjuangan untuk maju menjadi capres. Bila tidak ada masalah besar yang membelitnya, popularitas dan elektabilitas Jokowi sepertinya sulit dilampaui calon lain.
Namun, Joko mengingatkan bahwa Megawati tetap menjadi penentu siapa yang bakal menjadi capres PDI Perjuangan pada 2014 karena dalam munas sebelumnya penentuan capres diserahkan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan.