Senin 02 Sep 2013 12:26 WIB

Ribuan Hektare Sawah Terancam Kekeringan

Rep: Lilis Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
kekeringan - ilustrasi
kekeringan - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Musim kemarau mulai menimbulkan ancaman kekeringan pada musim tanam gadu. Para petani pun diimbau mewaspadai hal tersebut.

 

Seperti yang terjadi pada areal tanaman padi di Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Di daerah tersebut, sedikitnya 1.400 hektare tanaman padi yang baru berumur tiga minggu kini terancam mati kekeringan.

"Hujan sudah lama nggak pernah turun lagi,’’ ujar seorang petani di Desa/Kecamatan Krangkeng, Daslam, Senin (2/9).

 

Daslam mengatakan, sawah di daerahnya selama ini memang hampir selalu mengalami kekeringan di musim kemarau. Karenanya, banyak petani yang biasanya menelantarkan sawahnya di musim kemarau.

 

Namun, tingginya curah hujan sepanjang musim kemarau tahun ini, membuat para petani berani menanam padi. Mereka berharap, air hujan yang turun itu cukup untuk mengairi sawah mereka. "Tapi ternyata saat sudah mulai tanam, hujannya malah berhenti,’’ keluh Daslam.

 

Petani lainnya, Rasmad, menyatakan, untuk dapat menyelamatkan tanaman padi, bisa dilakukan upaya pompanisasi dengan menyedot air dari sungai. Namun, hal itu membutuhkan biaya yang mahal.

 

Tak hanya mahal, Rasmad pun mengaku pesimistis upaya tersebut akan berhasil menyelamatkan padi hingga panen. Pasalnya, tidak ada jaminan air di sungai akan selalu cukup tersedia untuk mengairi sawahnya.

 

Sebelumnya, para petani di Kecamatan Krangkeng telah mengajukan permintaan tambahan air kepada pengelola Bendung Rentang, yang terletak di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Namun, minimnya debit air di bendung tersebut membuat permintaan petani tidak bisa dipenuhi.

"Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena debit air di Bendung Rentang terus turun sejak sebulan terakhir,’’ ujar seorang petugas di Bendung Rentang, Dasur.

 

Dasur menjelaskan, selama ini air dari Bendung Rentang dialirkan melalui Saluran Irigasi (SI) Sindupraja dan SI Cipelang. Untuk SI Sindupraja, debit airnya saat ini hanya 15 meter kubik per detik. Sedangkan untuk SI Cipelang, debitnya tinggal 2,5 meter kubik per detik. 

 

Padahal, dalam kondisi normal, debit air yang mengalir melalui SI Sindupraja mencapai 38 meter kubik per detik. Sedangkan debit normal SI Cipelang mencapai 24 meter kubik per detik.

 

Sementara itu, selain di Kecamatan Krangkeng, kondisi serupa juga terjadi di Blok Waledan, Desa Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu. Di daerah tersebut, sekitar 100 hektare persemaian padi yang baru berumur satu minggu, mati kekeringan.

 

Seorang petani di Blok Waledan, Tardi, mengungkapkan, para petani di daerah tersebut sebenarnya hanya berspekulasi menanam padi untuk yang ketiga kalinya di tahun ini. Hal itu dikarenakan curah hujan sepanjang musim kemarau tahun ini cukup tinggi.

 

"Ternyata air kiriman (dari embung) sekarang tidak datang lagi,’’ kata Tardi. Bahkan, akibat parahnya kekeringan, air yang justru masuk ke areal persawahan malah air laut yang berasa asin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement