Rabu 04 Sep 2013 19:15 WIB

Inilah Fatwa MUI Soal Kosmetik, Obat dan Rekayasa Genetik

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Heri Ruslan
Kosmetika berlabel halal. (ilustrasi)
Foto: www.irib.ir
Kosmetika berlabel halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan tiga fatwa terkait standar kehalalan produk kosmetik dan penggunaannya, obat dan pengobatan dan rekayasa genetika dan produknya.

Allah memerintahkan umatnya untuk berhias serta larangan berhias yang menyerupai orang jahiliyah. MUI memutuskan penggunaan kosmetik untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat bahan yang digunakan halal dan suci, ditujukan untuk kepetingan yang sesuai syariat dan tidak membahayakan.

Penggunaan kosmetik untuk dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh yang menggunakan bahan najis hukumnya haram. Sedangkan penggunaan kosmetik luar yang menggunakan bahan najis atau haram selain babi dibolehkan dengan syarat dilakukan penyucian setelah pemakaian.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan pihaknya juga merasa perlu mengumumkan standar kehalalan obat dan pengobatan. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan.

Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram. Namun, kondisi tersebut dibolehkan jika digunakan pada kondisi keterpaksaan yang dapat mengancam jiwa, belum ditemukan bahan yang halal dan suci dan adanya rekomendasi paramedis kompeten bahwa tidak ada obat yang halal. Sedangkan penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan penyucian.

"Sebagian masyarakat belum memiliki pemahaman tentang perlunya kehalalan obat karena mereka menganggap pengobatan masuk dalam kondisi darurat," ujar Ni'am, Rabu (4/9).

Ia juga meminta pemerintah untuk menjamin ketersediaan obat-obatan yang suci dan halal sebagai bentuk perlindungan terhadap keyakinan keagamaan. Komisi Fatwa juga memutuskan ketentuan hukum mengenai rekayasa genetika.

Asrorun mengatakan melakukan rekayasa genetika terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan dan mikroba adalah mubah (boleh) asal tidak membahayakan manusia, dilakukan untuk manfaat dan tidak menggunakan gen atau bagian lain dari manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement