Jumat 20 Sep 2013 19:14 WIB

Ratusan Perempuan Tunisia 'Jihad al Nikah' di Suriah

Pasukan pemberontak oposisi Suriah
Foto: Reuters
Pasukan pemberontak oposisi Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Sejumlah perempuan Tunisia telah bepergian ke Suriah untuk melakukan apa yang disebut sebagai jihad al-nikah para pejuang militan ekstrem dalam memerangi rezim Damaskus.

"Mereka memiliki kaitan seksual dengan 20, 30, sampai 100 militan," kata Menteri Dalam Negeri Tunisia Lotfi ben Jeddou kepada anggota Dewan Konstituante Nasional seperti dikutip AFP, Jumat (20/9).

"Setelah kaitan seksual di sana di bawah sebutan jihad al-nikah (perang suci melalui hubungan perkawinan) mereka pulang ke negerinya dalam keadaan hamil," kata Ben Jeddou.

Dia tidak mengungkapkan berapa banyak perempuan Tunisia yang kembali ke negerinya dalam keadaan mengandung anak-anak para militan yang disebut Barat sebagai kaum jihadis itu. Namun media massa menyebut angka ratusan.

Jihad al-nikah yang membolehkan hubungan seksual di luar nikah dengan lain-lain pasangan dianggap sah oleh para jihadis beraliran salafis sebagai bentuk perang suci.

Ratusan laki-laki Tunisia juga bergabung para jihadis dalam perang untuk menumbangkan rezim Presiden Bashar al-Assad.

Ben Jeddou bilang, sejak menjabat menteri Maret lalu, sekitar enam ribu pemuda Tunisia telah dicegah pergi ke Suriah oleh pemerintah. Media menyebutkan, ribuan orang Tunisia dalam 15 tahun terakhir telah bergabung dengan para jihadis di seluruh dunia. Termasuk Afghanistan, Irak dan Suriah yang kebanyakan melewati Turki dan Libya.

Abu Iyadh diyakin sebagai tokoh utama gerakan salafis di Tunisia di bawah nama Ansar al-Sharia. Dia diduga menjadi pengorganisasi serangan maut setahun lalu ke Kedubes AS di Tunis, selain juga merupakan veteran Afghanistan.

Dia adalah pemimpin kelompok yang bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri 9 September 2001 di Afghanistan yang menewaskan pemimpin Aliansi Utara anti-Taliban Ahmad Shah Mansoor. Serangan itu hanya dua hari sebelum serangan maut Alqaeda ke World Trade Centre di New York dan Pentagon di Washington.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement