REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN--Komisi Pemberantasan Korupsi setiap tahun rata-rata menerima sekitar 7.000 pengaduan korupsi dengan jumlah terbanyak berasal dari Sumatera Utara.
Dari data di KPK secara akumulasi sejak 2004 hingga 2012, Sumut yang terbesar pengaduannya terkait korupsi, yakni sebanyak 5.207 pengaduan, disusul Jawa Barat 4.725, Sumatera Selatan (2.706), dan Riau 1.787 pengaduan.
Pemaparan itu disampaikan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Dedie A.Rachim di Medan, Rabu (25/8) Dalam acara Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Provinsi Sumut yang digelar KPK,
Dia tidak merinci laporan korupsi apa saja yang diterima dari Sumut dengan alasan bukan kewenangannya. Namun dia tidak membantah penunggakan pembayaran dana bantuan daerah bawahan (BDB) dan dana bagi hasil (DBH) oleh Pemerintah Provinsi Sumut, hinggak kini, kepada sejumlah kabupaten/kota sedang menjadi salah satu perhatian KPK.
"Ya, itu (masalah BDB dan DBH) memang menjadi perhatian kita di KPK. Tapi saya hanya di bagian pencegahan, kalau soal penindakan, tidak bisa dijawab," kata Dedie.
Dia menegaskan, untuk menekan korupsi yang otomatis mengurangi jumlah pengaduan, maka KPK menilai perlu upaya pencegahan. Dedie menegaskan korupsi dipengaruhi oleh sistim, individu dan budaya.
Maka untuk itu, KPK melakukan dua pendekatan, monitoring terbuka dan tertutup.
"KPK memantau sistim integritas nasional, mensinergikan upaya baru di lembaga kementerian dan lembaga-lembaga pemerintahan daerah," katanya.
Dengan semiloka, KPK berharap ada perbaikan ke depan dalam pengelolaan keuangan di pemerintahan daerah.