REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan penghentian pembahasan revisi UU Pilpres sempat diwarnai aksi walkout Achmad Yani dari Fraksi PPP dan Djamal Azis dari Fraksi Hanura. Yani mengatakan, fraksinya tidak ingin bertanggung jawab atas keputusan yang diambil di Baleg.
"Ini soal pandangan politik fraksi kami. Izinkan kami dari PPP tidak ikut membahas ini," katanya, Kamis (3/10).
Yani prinsipnya PPP ingin agar pembahasan revisi UU Pilpres dilakukan. Dengan penghentian ini maka dia meminta revisi UU Pilpres harus dibawa ke paripurna untuk mendapat persetujuan dicabut dari Prolegnas. "Ini tidak bisa dicabut sepihak dari porlegnas. Prolegnas kan ditentukan bersama," ujarnya.
Djamal menambahkan, penghentian pembahasan revisi UU Pilpres menghilangkan semangat perbaikan demokrasi. Karena dari empat undang-undang yang tergabung dalam undang-undang paket politik, hanya UU Pilpres yang tidak selesai dibahas. "Berarti dengan ini tidak bisa lagi memenuhi harapan," katanya.
Djamal melihat ada kepentingan partai besar di balik penghentian pembahasan revisi UU Pilpres. Penghetian ini dengan sendirinya akan membuat partai-partai besar mendominasi bursa calon presiden di pilpres 2014. "Ini kepentingan partai besar," ujarnya.
Ketua Panja revisi UU Pilpres, Anna Mu'awanah menjelaskan, dengan penghentian ini maka penyelenggaraan pilpres 2014 menggunakan undang-undang lama. KPU menurutnya tidak lagi memiliki alasan untuk melakukan penyusunan aturan pilpres 2014.
"Untuk hal-hal yang bersifat teknis seperti pencoblosan, dana kampanye, mengacu pada UU lama," kata.
Politisi PKB ini mengaku sudah berupaya mengkomodasi berbagai usulan dan masukan dalam rumusan draft revisi UU Pilpres. Kalau pun pada akhirnya rumusan tersebut tidak jadi disahkan, Panja pasati bisa menerima. "Kalau memang dihentikan kami setuju saja," ujarnya.