REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR mengkaji ulang kerja sama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Dikhawatirkan, bila kerja sama dilanjutkan, kemandirian KPU dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu akan berkurang.
Anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Zainun Ahmadi mengatakan, kerja sama dengan Lemsaneg akan menghilangkan kemandirian KPU dalam mengolah data pemilih. Lantaran, dalam klausul nota kesepahaman disebutkan ruang lingkup kerja Lemsaneg akan meliputi penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia, penyediaan perangkat dan sistem pengamanan data, pengamanan distribusi data, hingga pengamanan data center KPU. Tak hanya itu, Lemsaneg juga akan melakukan pengamanan data elektronik dan komunikasi pimpinan KPU.
"KPU akan kehilangan otoritas, baik secara struktur mau pun sikap. KPU sampaikan substansi nota kesepahaman yang ruang lingkupnya nyata-nyata dan sungguh-sungguh menyerahkan banyak hal pada Lemsaneg dan justru menghilangkan kemandirian KPU," kata Ahmadi saat rapat dengar pendapat (RDP) KPU, Bawaslu, Lemsaneg, dan pemerintah, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/10).
Kemandirian KPU, lanjut dia, akan terusik lantaran sistem enkripsi (penyandian) data yang digunakan hanya diketahui oleh Lemsaneg saja. Penguasaan penyandian data tersebut memang menjadi keahlian Lemsaneg. Tetapi, tidak mudah dipahami oleh KPU atau pun peserta pemilu. Sehingga, secara tidak langsung data pemilu diserahkan begitu saja kepada Lemsaneg.
"Tapi dalam MoU dibuat seolah-olah kalau tidak bekerja sama dengan Lemsaneg akan jadi ancaman besar. Seolah-olah tanpa Lemsaneg data pemilu tidak akan aman," ungkap Ahmadi.
Anggota Komisi II dari Fraksi PPP, Ahmad Muqowam menambahkan, pernyataan KPU dalam nota kesepahaman menunjukkan kekurangpercayaan terhadap kekuatan internal dalam pengamanan data pemilu. Padahal, untuk pengembangan sistem informasi dan teknologi di KPU dialokasikan anggaran hingga triliunan rupiah.
Lalu, lanjut dia, kurang percaya dirinya KPU terlihat saat menyatakan terjaminnya kemanan data bila kerja sama dilakukan. "Lalu dibilang kerja sama dengan Lemsaneg akan terjamin keamanannya. Kalau pakai logika terbalik berarti selama ini data yang sudah ada gak aman dong, termasuk soal DPT yang belum jelas," ujarnya.
Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Taufik Hidayat juga menyampaikan keberatan senada. Dia menilai kerja sama tersebut tidak memberi manfaat yang setara bagi seluruh parpol. Karena secara kelembagaan, Lemsaneg berada di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga menjabat ketua umum partai. Nyatanya, saat ini sangat susah membedakan wilayah publik dan privat dari pemerintah yang berkuasa.
"Penjelasan apapun sulit dipercaya oleh parpol, karena ini diyakini enggak bisa memberi kesetaraan. Apa instrumen negara yang tidak bisa digunakan saat ini," kata Taufik.
Jika kerja sama dilanjutkan, dikhawatirkan kecurigaan masyarakat terhadap pelaksanan pemilu akan jadi taruhan. Jika tahapan awal pelaksanaan pemilu 2014 sudah diwarnai kecurigaan, sulit untuk memastikan hasil pemilu bisa dipercaya dan diakui legitimasinya. "Jadi cukup dengan MoU ini saja, tidak udah dilanjutkan lagi. Tidak usah dilakukan kerja sama apa pun," ucapnya.
Atas pertimbangan tersebut, Komisi II memutuskan diadakannya pertemuan lanjutan antara KPU, Bawaslu, dan Lemsaneg. Agendanya menerangkan cara kerja lembaga dalam pengamanan data pemilu.
"Disepakati pertemuan dilanjutkan 17 Oktober nanti. Agar Lemsaneg dan KPU bisa menjelaskan dan menjawab keberatan-keberatan dari anggota Komisi," ujar pimpinan sidang, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat, Khatibul Imam Wiranu.