Jumat 11 Oct 2013 19:54 WIB

SBY: Tak Perlu Izin Presiden untuk Panggil Hakim Konstitusi

Rep: Esthi Maharani/ Red: Fernan Rahadi
Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu/mes/13.
Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan KPK tidak memerlukan izin presiden untuk memanggil hakim konstitusi jika dianggap perlu. Kondisi tersebut sudah berubah.

 Dulu, jika aparat penegak hukum memanggil pejabat pemerintahan mulai dari gubernur, bupati, walikota, bahkan menteri diperlukan izin presiden. Namun, saat ini aturan tersebut sudah tidak berlaku. “Sekarang tidak diperlukan dan tidak berlaku. Jika KPK ingin memanggil siapapun di negeri ini, tidak memerlukan izin dari presiden,” katanya saat memberikan keterangan pers mendadak di Istana Merdeka, Jumat (11/10) petang.

Sebelumnya, salah satu hakim konstitusi siap diperiksa KPK terkait dugaan suap yang melibatkan ketua non-aktif MK, Akil Muchtar. Meski sudah dipanggil, hakim konstitusi belum memenuhi panggilan tersebut karena menunggu izin dari Presiden SBY. Disebutkan, dalam UU MK diatur setiap hakim konstitusi bisa dipanggil jika ada surat persetujuan dari presiden.

Presiden SBY pun mengaku sudah melakukan pengecekan mengenai surat izin yang dilayangkan MK kepadanya. Tetapi, belum ada surat yang dimaksud. “Saya cek baik kepada Mensesneg, Seskab, maupun Sekretaris Pribadi, surat itu belum ada. Belum saya terima. Saya hanya mendengar dari media,” katanya.

Ia pun berjanji jika surat itu sudah sampai ke tangannya akan segera direspons dengan cepat dan tepat. “Saya akan membaca terlebih dahulu isu itu (surat) setelah itu akan saya respon dengan tepat,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement