Senin 21 Oct 2013 15:09 WIB

Menolak Perppu Berarti Menolak Pengawasan MK

Komisi Yudisial, ilustrasi
Komisi Yudisial, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Yudisial (KY), Taufiqurrahman mengatakan penolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi berarti menolak adanya pengawasan terhadap MK.

"Perppu ini memberikan rumah pengawasan kepada masyarakat yang mengeluhkan kinerja hakim MK terutama perkara pilkada," kata Taufiq, di Jakarta, Senin (21/10).

Dia juga mengungkapkan Perppu yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis (17/10) ini juga mengatur adanya investigasi dan rekam jejak kepada calon hakim MK.

"Nah kalau orang yang tidak setuju perppu sama dengan tidak setuju dengan itu berarti menolak pengawasan hakim MK, menolak perppu berarti menolak investigasi rekam jejak calon hakim MK. Karena Perppu memang mengatur itu," katanya.

Namun Taufiq menegaskan posisi KY tidak mempermasalahkan setuju atau tidaknya dikeluarkan perppu tentang MK, tapi bagaimana melaksanakan Perppu tersebut.

"Mau tidak mau, KY harus menjalankan Perppu tersebut," kata komisioner KY bidang rekrutmen hakim.

Dia mengatakan selama ini hakim MK tidak ada lembaga yang mengawasi, sehingga menyulitkan masyarakat yang merasa dirugikan atas putusannya.

"Bahkan ada 17 laporan masuk ke KY pada 2012 terkait hakim MK. Waktu itu masih zamannya Pak Suparman Marzuki (komisioner pengawasan hakim), namun kami bingung menindaklanjuti karena tidak memiliki wewenang, sehingga diserahkan ke MK. Tapi saya tidak tahu tindak lanjut laporan tersebut," ungkapnya.

Taufiq juga menyoroti tentang rekrutmen hakim MK yang dinilai kurang transparan, sehingga saat ini ada gugatan LSM terkait pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim MK.

"Nah dengannya ada Perppu ini, nanti bakal calon hakim MK akan menjalani investigasi dan rekam jejaknya oleh panel ahli. Ini diharapkan hakim MK yang terpilih tidak diragukan kualitas dan kredibilitasnya," kata Taufiq.

Dia menjelaskan pengisian lowongan hakim MK sebelumnya diusulkan pihak DPR, pemerintah dan Mahkamah Agung dengan melakukan seleksi secara internal.

Dengan munculnya Perpu tersebut, Taufiq melanjutkan, lembaga pengusul akan menyerahkan dulu ke panel ahli untuk dilakukan investigasi bagi para calon.

Terkait dengan adanya rencana berbagai pihak melakukan uji materi Perpu MK ini, Taufiq mengatakan jika MK kembali mengabulkan maka sudah tiga kali lembaga ini membatalkan adanya pengawasan terhadap hakim MK.

"Pertama penghapusan kewenangan KY mengawasi MK yang diputus 2006, kedua tentang pembentukan dewan etik yang ada di Perubahan UU MK 2010 dan ketiga pada Perpu ini jika kembali dikabulkan," katanya.

Untuk itu, ia mengharapkan, MK bisa menahan diri untuk tidak kembali melakukannya, karena sebagai negarawan sebaiknya menerima pengawasan dari lembaga lain.

Keluarkan Dua Peraturan

Menanggapi diterbitkannnya Perppu MK ini, KY juga akan mengeluarkan dua peraturan, yakni Peraturan KY tentang Rekrutmen Panel Ahli Uji kelayakan dan Kepatutan Calon Hakim MK dan Peraturan Bersama KY-MK terkait pengawasan Hakim MK.

"Dalam membuat peraturan ini, kami sebelumnya akan melakukan pertemuan dengan lembaga lainnya, yakni MA, DPR, MK dan pemerintah, untuk membahas itu semua," kata Taufiq.

Dia mengatakan dua peraturan tersebut maksimal tiga bulan harus sudah terbentuk. "Itu harus segera kami laksanakan, sebagai tambahan wewenang yang harus dijalankan," kata Taufiq.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement