REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul protes pemerintah Indonesia atas dugaan tindakan penyadapan Kedubes AS di Jakarta terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Profesor Hikmahanto Juwana, pakar hukum di Universitas Indonesia mengatakan, tuduhan-tuduhan itu bahkan dapat lebih merugikan hubungan kedua negara.
“Saya kira akan sangat menyulitkan bagi pemerintah Indonesia untuk menentang Amerika secara sangat kasar. Namun ini berbeda dengan Australia karena Indonesia melihat Australia tidak sekuat Amerika dan saya kira pemerintah Indonesia akan membuat keributan besar atas isu ini,” kata Hikmahanto seperti dilansir situs VOA.
Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia bisa menolak untuk bekerja sama dengan Australia dalam beberapa isu penting, seperti upaya-upaya menghentikan penyelundupan manusia.
Kemarahan atas tindakan spionase Amerika ini terjadi setelah sebelumnya muncul kecaman dari China, Rusia dan India bahwa Amerika terlalu banyak menguasai infrastruktur di dunia maya. Sekutu-sekutu Amerika lainnya telah menunjukkan kemarahan terhadap beberapa laporan tentang luasnya pemantauan yang dilakukan Amerika terhadap para pemimpin asing.
Departemen Luar Negeri Amerika tidak bersedia menanggapi klaim-klaim spesifik itu, hanya mengatakan kajian pengumpulan informasi inteljen akan selesai selambat-lambatnya pada akhir tahun ini. Tetapi pengungkapan tentang sejauh mana kegiatan-kegiatan Badan Keamanan Nasional Amerika NSA di luar negeri, telah menyorot keikutsertaan beberapa sekutu Amerika dalam tindakan spionase ini.
Laporan-laporan media yang didasarkan pada beberapa dokumen NSA mengungkapkan bahwa Australia telah mengizinkan program rahasia NSA beroperasi di kedutaan-kedutan Australia di Indonesia, Thailand, Vietnam, China dan Timor Timur. Dokumen-dokumen tersebut menguraikan fasilitas-fasilitas tersebut sangat tersembunyi di dalam kompleks kedutaan. Sebagian besar staf diplomatik dilaporkan tidak mengetahui keberadaan program rahasia NSA tersebut.