Senin 11 Nov 2013 21:20 WIB

Ajaib, Bayi Bea Joy Lahir di Tengah Bencana Topan Haiyan

Topan Haiyan porak-porandakan Filipina.
Foto: AP Photo/Aaron Favila
Topan Haiyan porak-porandakan Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, TACLOBAN -- Emily Sagalis menangis bahagia usai melakukan persalinan yang penuh dengan keajaiban di tengah bencana Topan Haiyan. Bayi itu lahir di tengah berita duka karena ibu Emily yang hilang dalam badai. 

Dilaporkan situs berita Filipina, inquirer,net, bayi perempuan itu lahir pada Senin (11/11) waktu setempat. Dia dilahirkan di tengah reruntuhan bandara yang disulap menjadi pusat darurat medis. Dia lahir di antara kaca pecah, besi yang terbelah, paku dan bahan bangunan lainnya. 

"Dia begitu cantik. Saya akan menamainya Bea Joy, sebagai penghormatan terhadap ibu saya, Beatriz,"ujar Sagalis setengah berbisik usai kelahirannya. 

Sagalis bercerita, ibunya tersapu gelombang raksasa yang dihasilkan topan super Haiyan. Angin kencang merangsek ke Tacloban City, ibu kota Provinsi Leyte, yang menjadi lokasi bencana terburuk di wilayah tersebut. 

Lebih dari 10.000 orang diyakini tewas di Leyte. Sementara, ratusan warga lainnya di pulau lain yang melintas di Filipina Tengah harus meregang nyawa. Bencana Topan Haiyan pun tercatat sebagai bencana alam terbesar di Filipina. 

Akan tetapi, Bea Joy tetap lahir untuk mengawali kehidupan di tengah kematian yang melanda sekitar. "Dia adalah keajaibanku. Saya sudah merasa kalau saya akan mati selagi dia masih dalam kandungan saat gelombang tinggi datang dan akan mengambil kami,"ujarnya.

Suami Sagalis, Jobert mengatakan, gelombang pertama datang membawa rumah kayu mereka yang terletak di pedalaman kota pesisir.

Ia mengatakan, seluruh tetangganya telah hanyut. Sekarang, ujarnya, di lokasi itu hanya tampak puing dan sisa-sisa tubuh manusia dan hewan yang membengkak." Kami seharusnya merayakan hari ini, tapi kita juga berduka atas kematian kami," kata Jobert.

Dia bilang, kehendak Tuhan bahwa ia menemukan istrinya mengambang di antara puing-puing. Mereka lantas dibawa pergi dari lokasi bencana. Saat terbangun, mereka sadar sedang berlindung di sebuah gedung sekolah. Di sana, tampak korban lainnya tengah meringkuk dengan luka.

Bersama para tetangganya, pasangan itu masih hidup bertahan di sana sampai Senin pagi. Jobert mengaku hanya menggenggam sebotol air untuk selamat dari lapar dan haus. Alhasil, mereka pun ditemukan di antara puing-puing. Jobert mengatakan, ia tahu strinya akan melahirkan setiap hari, tapi tidak ada satu pun bantuan datang.

"Dia mulai kerja pukul lima pagi, jadi kami harus berjalan beberapa kilometer sebelum seorang sopir truk memasang kami tumpangan, " katanya .

Dokter militer muda yang hadir ke hadapan mereka, Kapten Victoriano Sambale , mengatakan, kandungan Sagalis telah sampai pada pembukaan pada saat pasangan melangkah ke dalam gedung. Kemudian, terjadi pendarahan selama evakasi.

"Ini adalah pertama kalinya kami telah melahirkan bayi di sini. Bayi itu baik-baik saja dan kami telah berhasil menghentikan pendarahan ibu ini, " katanya .

Namun, ia mengaku, para dokter sangat prihatin tentang potensi infeksi yang dapat dengan mudah terjadi di tengah kondisi  tidak steril, dengan tim medis hampir tidak berdaya untuk membantunya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement