REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mabes Polri masih menyidik kasus judi bola online yang berlokasi di Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Sampai saat ini, kepolisian masih mengecek keberadaan 140 pemilik rekening yang terafiliasi praktik judi bola daring (dalam jaringan) beromzet ratusan miliar ini.
Sebenarnya kasus ini sudah diendus Polri sejak tahun lalu. Namun, mengingat rumitnya bentuk kejahatan IT Polri enggan gegabah. Mabes Polri pun menyadari kejahatan online amat berbeda dengan kriminal konvensional. Sehingga perlu langkah tepat dalam setiap penanganannya.
"Artinya, penyidik pun harus menguasai IT, modus operandi dan cara mengakes jalur komunikasi yang digunakan pelaku judi online itu sendiri," kata Kadiv Humas Polri Irjen Ronny F Sompie dihubungi Republika Ahad (17/11).
Perwira yang pernah menjabat Kepala Biro Pengawasan dan Penyidikan Bareskrim Polri ini mengetahui benar khasnya kejahatan judi online. Dia berujar, tidak semua penyidik memiliki keahlian dan kompetensi untuk melakukan penyidikan kasus judi online.
Bahkan setelah proses penyidikannya selesai, lalu berkas perkaranya diserahkan ke Kejaksaan kadang masih timbul masalah. Ronny berujar, persepsi yang tak sama antara jaksa dan polisi dalam menyikapi pidana judi online masih perlu disamakan. Tak heran mengapa berkas perkara kasus semacam ini kerap bulak balik Kejaksaan-Polri.
"Memang penuntasan kasus judi online perlu diasah lagi baik penyidikan maupun persepsi sampai tahap pengadilannya," ujar Ronny.
Adanya unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam praktik judi online pun tak dapat dikesampingkan. Tentu sekali lagi, kata dia, Bareskrim melalui Subdit Cyber Crime dan Subdit Money Laundring tengah bahu membahu membongkar kasus ini.