REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak akan mengambil langkah gegabah yang lebih keras seperti memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia meskipun pemerintah telah memulangkan Dubes RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, kata pengamat hubungan internasional.
"Pemerintah tidak akan gegabah mengambil langkah lebih keras yang akan dinilai sebagai tindakan emosional," kata Teguh Santosa dari Jurusan Hubungan Internasional Fisip Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat di Jakarta, Rabu (20/11).
Duta Besar RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema tiba di Tanah Air setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada Selasa (19/11) pukul 19.25 WIB. Pemanggilan Duta Besar RI itu terjadi setelah terungkap kasus penyadapan atas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh intelijen Australia.
Atas ketegangan yang bakal terjadi dalam hubungan RI-Australia, Teguh Santosa berharap, agar tidak ada upaya yang memanas-manasi di luar pemerintah. "Perang bukan tindakan bijaksana," katanya.
Teguh menyatakan pemerintah memahami hal itu dan tidak akan gegabah mengambil langkah yang lebih keras. Ia berhap pemerintah tidak mempermainkan emosi publika apalagi sengaja memperlama polemik ini dengan tujuan memindahkan sentimen publik dari persoalan dalam negeri yang jauh lebih penting. "Sebaiknya kita mengedepankan kepentingan nasional dalam menghadapi persoalan ini dan tidak emosional," katanya.