Jumat 22 Nov 2013 20:58 WIB

Pengamat: RI Perlu Antisipasi Penyadapan

 Seorang anggota kepolisian berjaga di depan pintu Kedubes Australia, saat Komando Pejuang Merah Putih memprotes kasus penyadapan di depan Kedubes Australia, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/11).  (Antara/Zabur Karuru)
Seorang anggota kepolisian berjaga di depan pintu Kedubes Australia, saat Komando Pejuang Merah Putih memprotes kasus penyadapan di depan Kedubes Australia, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/11). (Antara/Zabur Karuru)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengamat hubungan internasional Universitas Diponegoro Semarang Dr. Rr Hermini S menilai Indonesia perlu mengajak bekerja sama dengan sesama negara berkembang untuk mengantisipasi penyadapan.

"Sebagaimana kita tahu, teknologi yang dimiliki negara-negara maju kan lebih hebat dibanding negara berkembang, termasuk Indonesia. Termasuk, dalam bidang informasi dan telekomunikasi (IT)," katanya di Semarang, Jumat (23/11).

Bahkan, kata dia, negara-negara maju seperti Jerman, Prancis, dan China pun juga bisa disadap oleh Amerika Serikat dan Australia, padahal teknologi yang mereka miliki lebih hebat dibandingkan negara berkembang. Sejumlah negara seperti Jerman, Perancis, China, India, Malaysia, Thailand, Vietnam, Timor Leste, dan Indonesia tersentak dengan pemberitaan bahwa kepala pemerintahan dan negara-negara itu disadap oleh instansi intelijen Pemerintah AS dan Australia.

Mantan konsultan Badan Keamanan Nasional (NSA) AS Edward Snowden membocorkan dokumen NSA soal kegiatan penyadapan pemerintah AS di berbagai negara. Dokumen yang dibocorkan tersebut disiarkan oleh harian The Sydney Morning Herald, Australia, dan Majalah Der Spiegel, Jerman.

Menurut pengajar teori politik global Jurusan HI Undip itu, kalangan negara berkembang, terutama mereka yang menjadi korban penyadapan sudah saatnya untuk duduk bersama membahas persoalan tersebut. "Indonesia, bisa mengajak kerja sama negara-negara berkembang, terutama tetangganya yang jadi penyadapan untuk penguatan pertahanan komunikasi mencegah aksi penyadapan, misalnya Thailand, Vietnam, dan Malaysia," katanya.

Kerja sama yang dilakukan, kata dia, tentunya akan semakin memperkuat sistem teknologi yang dimiliki dalam mencegah insiden penyadapan serupa, mengingat teknologi yang dimiliki negara berkembang masih lemah. "Ajak kerja sama, terutama negara yang di kawasan regional untuk penguatan sistem IT. Kan yang disadap bukan hanya Indonesia. Kalau mungkin, ajak kerja sama juga negara-negara maju yang jadi korban penyadapan," katanya.

Selain itu, kata dia, seluruh negara semestinya perlu duduk bersama untuk membahas tentang etika politik internasional dengan difasilitasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkaitan dengan insiden penyadapan ini. "Setiap negara tentu memiliki kepentingan nasional dan internasional, tetapi harus berpedoman pada etika politik global. Apakah penyadapan yang dilakukan terhadap negara lain etis? Tentunya kan tidak etis," kata Hermini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement