Jumat 06 Dec 2013 17:36 WIB

Pemerintah Diminta Tak Abaikan Hak WNI Eksil

Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari (kiri)
Foto: antara
Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR berharap Pemerintah jangan mengabaikan hak-hak konstitusional orang-orang eksil atau warga negara Indonesia yang terpaksa meninggalkan Tanah Air setelah peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI).

"Mereka para 'asylum seeker' (pencari suaka), mencari perlindungan dengan menjadi warga negara lain. Jadi, keterpaksaan, bukan karena tidak cinta Tanah Air Indonesia," kata Wakil Ketua Bidang Pengaduan Masyarakat FPDIP DPR, Eva Kusuma Sundari, ketika dihubungi dari Semarang, Jumat (6/12).

Sebelumnya, peneliti pada Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amin Mudzakkir, di Jakarta, Selasa (3/12), mengatakan dari hasil penelitian, khususnya di Belanda, menunjukkan adanya nasionalisme jarak jauh yang tumbuh dari kaum eksil Indonesia.

Menurut Amin, meski tidak lagi memegang paspor Indonesia, mereka tetap mengaku sebagai bangsa Indonesia. Bentuk nasionalisme terhadap bangsa Indonesia secara konkret ditunjukkan dengan membangun komunitas-komunitas kesenian hingga politik.

"Contoh Pak Sarmadji yang membangun perpustakaan Perhimpunan Dokumentasi Indonesia (Perdoi) di rumahnya; Pak Djoemaeni (Kartaprawira) membentuk Lembaga Pembela Korban (LPK) 1965; dan Dokter Melly (Siaw) membantu beberapa pekerja Indonesia yang tidak terdokumentasi mendapat layanan kesehatan," ujarnya.

Menurut Amin, tidak banyak di antara mereka yang memilih kembali menjadi warga negara Indonesia karena masih khawatir dicap komunis di tengah masyarakat meski ada beberapa dari mereka yang memanfaatkan terbukanya akses pemulihan dan pengembalian hak kewarganegaraan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI menegaskan bahwa mereka ke luar negeri awalnya untuk mencari perlindungan atas keselamatan hidupnya yang terancam karena pandangan politik sehingga berhak dapat "asylum" (suaka).

"Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu, dengan ketiadaan jaminan hukum oleh RI, isunya menjadi jaminan ekonomi bila mereka kembali ke Tanah Air," ucapnya.

Dia berharap Presiden terbuka hatinya untuk segera menerbitkan Keputusan Presiden tentang Rehabilitasi Umum supaya bangsa dan keluarga-keluarga yang retak dapat dirangkai kembali. "Setop pelanggengan kekerasan," kata wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan itu.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement