REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, Mudzakir mengingatkan agar Hakim Tindak Pidana Korupsi berhati-hati memberikan vonis tinggi bagi pelaku korupsi.
Sebab, ia mengatakan, jangan sampai, hukuman tinggi itu hanya bersifat populer lantas menanggalkan prinsip-prinsip pemidanaan yang adil.
Hal itu dikatakan dia menyikapi putusan banding Peradilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap terdakwa korupsi simulator SIM Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo.
Menurut dia, pemberian tambahan delapan tahun penjara terhadap perwira tinggi Polri itu punya apresiasi sendiri tapi patut untuk dikaji. "Kita harus melihat dulu apa pertimbangan Majelis Hakim," katanya saat dihubungi, Kamis (19/12).
Pemidanaan, kata dia, harus bebas dari unsur subjektif. Mudzakir meminta agar para hakim dalam perkara DS ini jujur dan membeberkan unsur pemberat vonis.
Seperti diberitakan sebelumnya, majelis PT DKI Jakarta, memvonis Djoko Susilo 18 tahun penjara dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar , subsidair 1 tahun kurungan.
Majelis hakim juga menghukum Djoko membayar uang pengganti sebesar Rp. 32 miliar rupiah. Jika Djoko tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun.
Majelis hakim menghukum Djoko dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Sementara penahanan yang telah dijalani Djoko agar dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Djoko Susilo, dimint tetap berada dalam tahanan.
Majelis hakim juga menetapkan agar seluruh barang bukti yang telah disita dan dirampas untuk negara sebagaimana diputus Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dirampas untuk negara ditambah barang bukti berupa rumah seluas 377 m2 berikut bangunan dan SHGB No. 156/ Tanjung Barat yang terletak di jalan Cendrawasih Mas Blok A. 9 No. 1 RT 002, RW 01 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jaga Karsa, Jakarta Selatan, serta 2 unit mobil Toyota Avanza dirampas untuk negara.