REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah sementara Thailand Kamis mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kekuatan hukum untuk menunda pemilihan umum yang dijadwalkan 2 Februari depan meskipun protes-protes anti-pemerintah menyebabkan bentrokan mematikan antara demonstran dan polisi.
Menanggapi seruan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda pemilu, Wakil Perdana Menteri Pongthep Thepkanchana mengatakan dalam pidato televisi bahwa tidak ada hukum yang memungkinkan pemerintah untuk melakukannya."Pemilihan 2 Februari akan tetap diselenggarakan," katanya.
Para demonstran anti-pemerintah bersikeras mereka tidak akan membiarkan pemilu berlangsung sampai Perdana Menteri sementara Yingluck Shinawatra melepaskan kekuasaan.
Mengulangi pandangan Pongthep itu, pakar hukum Partai Pheu Thai Bhokin Bhalakula mengatakan, mengembalikan kekuasaan kepada rakyat akan mengurangi konflik, mengabaikan kebutuhan lembaga pemilihan sebagai "kurangnya tanggung jawab"."Rakyat harus menunjukkan penilaian mereka melalui pemilu," katanya.
Pemimpin Partai Pheu Thai dan Menteri Dalam Negeri Charupong Ruangsuwan mengatakan, solusi terbaik untuk konflik politik adalah mengembalikan kekuasaan kepada rakyat, mendesak Komisi Pemilihan Umum untuk bersikap tegas dalam misinya dengan menyelesaikan pemilu.
Seorang polisi tewas dan sedikitnya 35 pengunjuk rasa terluka dalam konfrontasi kekerasan yang tersebar pada Kamis di luar satu stadion Bangkok di mana para wakil dari 30 partai politik menarik nomor pemilu, kata laporan Pusat Pemerintah untuk Administrasi Ketentraman dan Ketertiban.
Kementerian Kesehatan Masyarakat mengatakan 96 demonstran terluka dan empat dari mereka dalam kondisi kritis. Sebanyak 14 demonstran ditangkap pada Kamis atas tuduhan menghambat proses pemilu dan mengganggu di milik negara.