REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sedikitnya 75 gerilyawan yang memiliki kaitan dengan Alqaidah, termasuk seorang pemimpin senior mereka, tewas pada Jumat (3/1) dalam bentrokan dengan pasukan keamanan Irak dan anggota suku lokal di Irak Barat.
''Sebanyak 52 gerilyawan tewas di Ramadi, Ibu Kota Provinsi Anbar, dan 23 orang lagi tewas di daerah di dekat kota tersebut --yang berjarak sekitar 100 kilometer di sebelah barat Baghdad,'' kata satu sumber polisi kepada Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu.
Salah satu korban tewas adalah Abdul Rahman al-Baghdadi. Dia merupakan salah seorang pemimpin dari apa yang disebut Negara Islam Irak.
Bentrokan berkecamuk terus pada Jumat di Ramadi dan Fallujah, sekitar 50 kilometer di sebelah barat Baghdad, saat pasukan Irak dan anggota suku memerangi anggota Alqaidah yang telah menguasai beberapa bagian kedua kota itu.
Ketegangan meningkat di provinsi tersebut pada Senin (30/12) ketika polisi Irak melucuti lokasi protes anti-pemerintah di luar Ramadi. Guna meredam keadaan dan menghindari memerangi anggota suku, Perdana Menteri Irak Nuri Al-Maliki memerintahkan militer untuk mundur dari kota besar di Anbar.
Pada Rabu (1/1), bentrokan meletus di beberapa kota besar Anbar, termasuk dari Ramadi dan Fallujah, setelah gerilyawan Alqaidah memasuki kota besar tersebut dan menyerang kantor polisi di kedua kota besar itu.
Pada Rabu malam, Al-Maliki mengatakan ia mengubah keputusannya sebelumnya untuk menarik militer dari kota bergolak di Provinsi Anbar dan malah akan mengirim bala bantuan ke provinsi tempat bentrokan berlangsung terus.
"Saya takkan menarik tentara dan akan mengirim tambahan personel ke Provinsi Anbar sebagai reaksi atas permintaan dari warga dan pemerintah lokal,'' kata Al-Maliki sebagaimana dikutip stasiun televisi resmi Iraqiya.