REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali melakukan dialog dengan pihak Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Denpasar, Rabu (8/1) di Denpasar Bali. Dalam dialog tersebut, Kepala SMAN 2 Denpasar Ketut Sunarta mengungkapkan, terjadi salah pemahaman tentang aturan berjilbab dalam Agama Islam.
"Kepsek mengira jilbab tidak wajib karena mengira ibu-ibu Muslimah yang tidak berjilbab di Pulau Jawa sehingga berkesimpulan jilbab tidak wajib"ujar ketua tim advokasi Helmi Al Djufri lewat keterangannya melalui surat elektronik yang diterima RoL, Kamis (9/1).
Sebelumnya, terkuak adanya praktik pelarangan jilbab kepada seorang siswi Kelas XII SMAN 2 Denpasar Anita Whardani. Anita yang ingin mengenakan jilbab sempat diminta pindah sekolah karena tidak ada aturan mengenai seragam berjilbab di sekolah tersebut. Kasus ini pun menjadi sorotan media sehingga mengundang reaksi pemerintah pusat.
Helmi kemudian menjelaskan kepada Sunarta jika tingkat keimanan seseorang berbeda. Memilih untuk memakai jilbab atau tidak, ujar Helmi, adalah pilihan seseorang. Hanya, secara hukum, jilbab merupakan kewajiban seorang Muslimah yang sudah haidh.
"Karena itulah tekanan batin pelajar Muslimah di Bali ini sangat terguncang karena ada larangan berjilbab ini secara masif. Umat Islam akan merasakan hal yang sama (marah) ketika ada pembatasan pelaksanaan ajaran agama,"tuturnya.