REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jenderal TNI Moeldoko dinyatakan berhak menyandang gelar doktor oleh Program Pascasarjana Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia, dengan desertasinya "Kebijakan dan 'Scenario Planning' Pengelolaan Kawasan Perbatasan di Indonesia (Studi Kasus Perbatasan Darat di Kalimantan).
Dalam sidang terbuka yang digelar di Auditorium Juwono Sudarsono, gedung F FISIP UI, Depok, Jawa Barat, Rabu, Ketua Penguji Dr Arie Setiabudi Soesilo, MSc setelah menggelar rapat tertutup dengan para promotor mengumumkan bahwa disertasi Moeldoko diterima dengan yudisium sangat memuaskan.
"Sebenarnya doktor Moeldoko bisa saja mendapat 'cumlaude' kalau disertasinya selesai tepat tiga tahun. Peraturan di Universitas Indonesia cukup ketat, sehingga cumlaude itu maksimal tiga tahun. Tapi kami memahami kesibukan seorang Panglima TNI," ucapnya.
Sidang dipromotori oleh Prof Dr Eko Prasodjo, Mag rer Publ, ko - promotor Prof Dr Azhar Kasim, MPA, dengan anggota Dr Son Daimar, MSc, Dr Roy Valiant Salomo MSoc Sc, Dr Sodjuangan Situmorang MSc, Prof Dr Sudarsono Hardjosoekarto, Prof Dr Martani Huseini dan Prof Dr Irfan Ridwan Maksum MSi.
Penelitian Moeldoko dilakukan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yakni bagaimana isi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dalam mewujudkan beranda depan negra yang aman dan sejahtera, bagaimana sekenario dan arah kebijakan pengelolaan perbatasan yang aman dan sejahtera.
Dalam disertasinya Moeldoko menyimpulkan tiga hal, yakni adanya kesenjangan, disharmoni, kevakuman, ketidakkonsistenan, serta ketidaktepatan perumusan kebijakan, yang mengakibatkan tidak optimalnya sistem keorganisasian dan program.
Kedua ketiadaan efektifitas implementasi karena keragaman presepsi dan hambatan prasarana dan sarana.
Ketiga adanya empat "driving forces" yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan serta kesejahteraan dan apa bila tidak dilakukan perubahan, pengelolaan kawasan perbatasan akan masuk pada sekenario merah putih setengah tiang, merah putih turun tiang.
Moeldoko juga menyimpulkan butuhnya penyempurnaan kebijakan dan penguatan kelembagaan.
Moeldoko merekomendasikan perlunya perbaikan, penyempurnaan dan harmonisasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, serta perlunya perbaikan, penyempurnaan dan harmonisasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, serta perlunya pengembangan "grand design" penataan dan pengelolaan kawasan perbatasan.
Dalam disertasi tersebut juga disimpulkan perlunya kesepahaman presepsi dan strategi dari para pemangku kepentingan (stakeholder) serta penyediaan prasarana, sarana dan sumber daya yang memadai.
Selain itu, perlu juga pengembangan sekenario dengan variabel-variabek yang lebih lengkap sebagai dasar permbaharuan atau penyempurnaan kebijakan dan implementasinya.
Panglima TNI mengatakan, salah satu cara mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di kawasan perbatasan salah satunya adalah dengan meningkatkan taraf kehidupan, termasuk perbaikan infrastruktur di daerah.
"Saya yakin dengan kondisi damai pembangunan seperti itu harus dipercepat, khususnya di daerah tertinggal," ujarnya.
Ia memaparkan TNI sampai saat ini masih melakukan pendekatan pengamanan di kawasan perbatasan. Selain itu, TNI juga diperbantukan dalam perbaikan infrastruktur di kawasan perbatasan, seperti pembuatan jalan di Papua dan perbaikan tiga bandara di Kalimantan Timur.
Moeldoko yang pernah menjabat sebagai Pangdam Tanjungpura mengaku mengenal karakter masyarakat perbatasan, bahkan pernah mengunjungi sebuah kawasan di Kalimantan Timur yang menghasilkan Lada, namun karena buruknya infrastruktur, maka warga lebih senang menjual hasil panennya ke Malaysia ketimbang ke Indonesia.
"Dan harga itu sangat bergantung dari asing," terangnya.
Mantan Gubernur Lemhannas, Agum Gumelar dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa masyarakat Kalimantan di perbatasan hidupnya sangat Malaysia sentris. Infrastruktur yang lebih baik di Malaysia sedikit banyaknya telah membantu kehidupan masyarakat di perbatasan.
"Saya pernah bertugas di Kalimantan tahun 1969. Desertasi beliau (Moeldoko) sangat bisa diterapkan, tergantung dari 'political will' kita," ujarnya.
Mantan Gubernur Lemhannas lainnya, Muladi mengaku telah melihat keistimewaan Moeldoko sejak menjadi siswa Lemhannas pada 2010 lalu, yakni displin dan "leadership" atau kepemimpinan yang baik.
"'Concern' terhadap masalah di luar militer juga tak diragukan. Masih jarang yang meraih gelar doktor," katanya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menambahkan, disertasi yang dibuat oleh Moeldoko sangat bermanfaat bagi pembangunan perbatasan ke depannya karena dalam disertasi itu bisa dilihat dari pendekatan yang komprehensif.
"Ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kami. Beliau (Moeldoko) telah memberikan banyak masukan dan akan bermanfaat bagi komite pengelolaan perbatasan," ujarnya.