REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Indonesia, sebagai negara berkembang dengan penduduk Muslim terbesar dunia memiliki keunikan tersendiri terkait pengumpulan dan penyaluran zakat. Ini yang menjadikan Indonesia sebagai contoh negara lain.
"Indonesia itu, terkait zakat, memang untuk dimata negara Islam lain. Ini karena, variasi masalah zakat di dalamnya," ungkap Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Didin Hafiudin, kepada ROL usai membuka seminar Zakat Nasional di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (22/1).
Variasi masalah yang dimaksud, kata Kiai Didin, jumlah mustahiknya cukup besar dan beragam. Ini berbeda dengan negara Islam lainnya. Itu sebabnya, penanganan terkait masalah itu cukup rumit dan membutuhkan mekanisme efektif agar tepat sasaran.
"Jadi, kami (Baznas) sering diundang negara lain untuk berbagi kiat bagaimana pengelolaan zakat dilakukan. Dalam waktu dekat, kami akan diundang ke AS, untuk bicara soal zakat," ucapnya.
Melihat variasi itu, lanjut Kiai Didin, Baznas pada tahun 2014 ini mulai mempersiapkan sistem data mustahik terintegrasi. Data inilah yang diharapkan akan membuat penyaluran zakat lebih efektif dan efisien. Namun, program lainnya tetap berjalan sebagai sebelumnya.
"Seperti besok, kita akan memulai kick off sejuta mustahik pengusaha, yang merupakan kelanjutan dari Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) yang diresmikan Presiden SBY," kata dia.
Menurut Kiai, program ini nantinya diharapkan mengangkay kemandirian para mustahik. Ke depannya, para mustahik ini dengan melalui proses yang ada dapat bertransformasi menjadi muzakki.