REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Hamid Karzai pada Sabtu mengisyaratkan bahwa persetujuan untuk mengizinkan pasukan Amerika Serikat tetap berada di Afghanistan dapat batal, sementara tentara NATO mundur setelah satu dasawarsa pertempuran melawan Taliban.
Di penghujung tahun lalu, Karzai membuat keputusan mengejutkan dengan tidak segera menandatangani perjanjian keamanan dwipihak (BSA) dengan AS, kendati majelis nasional Loya Jirga memberikan suara kepada dia untuk mengambil tindakan itu.
Washington bertambah frustrasi oleh manuver Karzai terkait persetujuan itu, dengan menekankan bahwa perundingan-perundingan dirampungkan pada November dan naskah yang sudah disetujui siap untuk ditandatangani.
"Afghanistan sama sekali tak akan menerima atau menandatangani apapun di bawah tekanan," kata Karzai kepada wartawan di Kabul. "Kalau mereka ingin keluar, maka mereka pergi dan kami akan meneruskan kehidupan kami ... syarat utama kami ialah dimulainya proses perdamaian."
AS sebelumnya mendorong BSA ditandatangani pada akhr Oktober sehingga koalisi militer NATO dapat menjadwal penarikan pasukannya pada akhir tahun ini.
Tetapi batas waktu telah terlewati karena Karzai menolak menandatangani dan bahkan menyarankan penggantinya dapat membuat keputusan akhir setelah pemilihan presiden pada 5 April.
Karzai pada Sabtu mengulangi bahwa sebelum dia menandatangani BSA, AS harus mendorong proses perdamaian yang tulus dengan militan Taliban dan juga menghentikan kerja sama militer.
"Dimulainya proses perdamaian akan berarti bahwa tak ada orang asing dapat mengambil manfaat dari berlanjutnya perang," ujar Karzai.
Sekitar 58.000 tentara tempur pimpinan NATO masih di Afghanistan dakan keluar pada akhir 2014.
Washington mengusulkan sekitar 10.000 tenetara AS dikerahkan dari 2015 untuk melatih dan membantu pasukan keamanan Afghanistan dalam pertempuran mereka melawan militan Taliban.
Satu kantor Taliban di Qatar yang dibuka Juni lalu dimaksudkan untuk memimpin pembicaraan perdamaian tetapi keberadaannya membuat Karzai tersinggung setelah kantor itu seperti kedutaan bagi pemerintahan di peengasingan.
Para pejabat Afghanistan menepis kemungkinan bahwa AS akan mengambil "pilihan nol" dengan menarik seluruh pasukannya seperti terjadi di Irak, yang saat ini dilanda kekerasan berdarah.