Senin 27 Jan 2014 07:33 WIB

Saatnya 'Orang Muda dan Baik' Memimpin Indonesia

Survei bursa capres 2014
Foto: Antara
Survei bursa capres 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah jatuhnya reZim otoriter Orde Baru, ada kecenderungan orang muda dan orang baik terhambat untuk masuk ke dunia politik. Hal ini disebabkan orang baik, apalagi yang muda, cenderung tidak punya dukungan pendanaan untuk eksis di dunia politik.

Akhirnya, menurut Prof Hamdi Muluk, dunia politik kita dikuasai oleh para mafia yang tidak berorientasi memperjuangkan kepentingan publik.Karena itu, orang muda dan orang baik sudah perlu menyusun strategi untuk masuk ke dunia publik dan mengelola bangsa ini dengan lebih baik.

Berbicara dalam Dialog Kebangsaan yang digelar Ormas Barisan Nusantara di Gedung Dewan Pers, Ahad (26/1), Hamdi menyatakan, bahwa “orang muda” tidak harus muda secara usia, tetapi semangat dan ide-idenya selalu muda dan segar. Satu kelemahan “orang tua” adalah mereka cenderung pro status quo dan konservatif. Orang tua sangat sulit untuk diajak berubah dan menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sesuai konteks kekinian.

Untuk itu, Hamdi sangat setuju bahwa kini saatnya orang muda dan baik untuk memimpin Indonesia di semua level. “Kita tidak butuh banyak orang baik kok untuk memperbaiki negeri ini”, tegas Hamdi. Kita hanya butuh dua orang presiden dan wakil presiden, 30 orang menteri, 550 orang anggota parlemen, 33 orang gubernur, 400 orang bupati/wali kota, dan 2.000 orang anggota legislatif di daerah. “Jadi, negeri ini hanya butuh sekitar 3.000 orang baik. Apakah kita tidak bisa mencari tiga ribu orang baik dari 250 juta rakyat Indonesia?” tanya Hamdi.

Selama ini, tambah Hamdi, kita mempunya dosa kolektif karena membiarkan orang-orang jahat mengurusi negara, sehingga berbagai persoalan bangsa tidak pernah tertangani dengan baik. Korupsi meraja lela, kemiskinan meningkat, dan sebagainya. “Saya percaya bahwa tidak ada negara miskin dan terbelakang, yang ada adalah negara salah urus”, lanjut Hamdi. Karena negara salah urus, maka penanganannya adalah dengan cara memperbaiki mentalitas para pengurusnya, sekaligus memperbesar ruang bagi orang-orang baik untuk masuk ke dalam sistem.

Hamdi yang juga guru besar psikologi politik Universitas Indonesian ini merasa senang dengan hadirnya tokoh-tokoh muda dan baik seperti Jokowi, Anies Baswedan, dan Risma di Surabaya. “Pemimpin-pemimpin muda seperti mereka membawa perubahan dan perbaikan dalam masyarakat dan birokrasi”, jelas Hamdi. Mereka memperbaiki birokrasi supaya lebih berorientasi publik, dan membenahi pelayanan publik kepada masyarakat banyak. Sementara pemimpin-pemimpin tua kini ditolak masyarakat karena sudah terkontaminasi oleh gaya politik lama yang saling sikut kiri sikut kanan dan jilat atas bawah, serta lupa dengan tanggung jawab untuk pelayanan publik.

Sementara aktivis perempuan Tatak Prapti menjelaskan dalam dialog tersebut bahwa saat ini masyarakat sudah bosan dengan tokoh-tokoh tua yang masih mempunyai keterkaitan sejarah dengan Orde Baru. Sayangnya, lanjut Tatak, tokoh-tokoh tua ini mempunya kekuatan uang dan pengaruh yang sudah terbentuk lama, sehingga tidak mudah untuk mengalahkan kekuatan lama dan pr status quo ini. Namun demikian, Tatak yakin bahwa seiring dengan keterbukaan informasi dan pendidikan publik yang diterima masyarakat, maka kehadiran orang-orang muda, baik dan bersih seperti Jokowi dan Anies Baswedan akan menginspirasi lahirnya tradisi politik baru di tanah air, yakni tradisi politik bersih. “Kita berharap tokoh-tokoh muda dan bersih ini semakin menguat peran politinya di masyarakat”, harap Tatak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement