Senin 03 Feb 2014 19:46 WIB

Orang dengan Kondisi Albinisme Masih Alami Diskriminasi

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Albinisme atau kondisi genetis yang mengakibatkan kulit pucat dan rambut putih, dewasa ini sudah lebih dipahami secara ilmiah. Sayangnya, masih banyak orang dengan albinisme yang mengalami diskriminasi. Di dunia film, mereka seringkali digambarkan sebagai tokoh jahat. Amanda Smith dari ABC menghadiri konferensi Persaudaraan Albinisme Australia untuk mencari tahu lebih banyak tentang kehidupan orang albino.

Ada dua hal yang paling sering menandai kondisi albinisme atau disebut albino. Pertama, penampilan fisik seseorang dengan albinisme terlihat pucat. Kedua, orang dengan albinisme memiliki kemampuan penglihatan yang rendah dan sensitif terhadap cahaya.

Sewaktu muda, penduduk Brisbane dengan albinisme bernama Marion Morrison (68 tahun), disekolahkan di sekolah tuna netra karena kemampuan penglihatannya yang rendah. Saudara laki-lakinya, Ken, menghadiri sekolah biasa, namun amat kesulitan mengikuti pelajaran.

Menurut Morrison, kemampuan penglihatannya kira-kira lima persen.

Ted Thomas (71)  dan berasal dari New South Wales, membawa sejumlah kacamata ke konferensi. Ia sudah memakai kacamata khusus sejak berusia 14 minggu, dan begitu bangun pagi, ia harus langsung memakai kacamata hitam.

Seperti banyak orang dengan albinisme lainnya, Thomas sensitif terhadap cahaya matahari. Namun, saat ia masih muda, belum ada tabir surya dalam bentuk seperti yang banyak dipakai sekarang ini.

Pengetahuan masyarakat tentang albinisme pun dahulu belum seperti sekarang. Hingga ia mengaku sering ditanya mengapa rambutnya begitu putih dan sering diejek dengan julukan seperti tokoh kartun hantu 'Casper.'

Marion Morrison, yang juga hidup dengan albinisme, mewarnai rambutnya saat berusia 22 tahun, karena muak dijadikan bahan omongan orang lain. "Pertama kali, ibu mertua saya yang mewarnai. Ia menggunakan warna pirang madu, tapi jadinya malah warna aprikot [sejenis persik] terang. Akhirnya saya pergi ke salon," ceritanya.

Morrison gemar bermain lawn bowls, yaitu olahraga yang agak mirip bowling, tapi dilakukan di taman. Permainan luar ruangan ini cukup berisiko bagi seseorang dengan albinisme yang harus berhati-hati terhadap sinar matahari. Tahun 1990, di Selandia Baru, ia sempat mengalami terbakar matahari yang cukup parah karena bermain lawn bowls di tengah suhu tinggi.

Untuk mencegah hal macam itu terjadi lagi, ia harus memakai celana panjang, sarung tangan, dan topi, hingga yang terlihat hanya mulut dan pipinya.

Morrison memiliki empat anak laki-laki, tapi tidak ada di antara mereka yang mengalami albinisme. Salah satu cucunya hidup dengan albinisme ringan.

Ted Thomas mengaku, tak ada anak atau cucunya yang hidup dengan albinisme.

Thomas menyatakan bahwa yang dibutuhkan orang dengan albinisme adalah perlindungan dari matahari dan bacaan apapun dalam huruf berukuran besar. Ia mengaku amat terbantu dengan piranti elektronik seperti tablet, karena dengan itu ia bisa membaca surat kabar. 

Thomas dan Marion hidup dengan jenis albinisme yang bernama oculocutaneous albinisme. Albinisme diturunkan dengan cara resesif. Ini berarti, terjadi bila kedua orang tua adalah pembawa gen albinisme, dan untuk satu anak dari pasangan macam ini, kemungkinan albinisme sebesar satu banding empat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement