Rabu 12 Feb 2014 22:14 WIB

Masuki Masa Tanam Ulang, Petani Kesulitan Benih

Rep: Lilis Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Seorang petani menyemprotkan obat antipenyakit ke tanaman cabe rawitnya di Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (4/2).  (Republika/Edi Yusuf)
Seorang petani menyemprotkan obat antipenyakit ke tanaman cabe rawitnya di Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (4/2). (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Para petani yang tanaman padinya mengalami puso akibat banjir pertengahan Januari lalu, sudah mulai melakukan tanam ulang. Namun, mereka kesulitan mendapatkan benih.

 

"Para petani bahkan sampai harus berkeliling ke berbagai daerah di luar Indramayu," ujar Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, kepada Republika, Rabu (12/2).

 

Sutatang mengatakan, kesulitan mendapat benih itu dikarenakan areal persawahan di seluruh kecamatan di Kabupaten Indramayu, terendam banjir. Mereka akhirnya berburu benih ke Kabupaten Majalengka maupun Karawang. "Benih yang diperoleh pun harganya mahal," kata Sutatang.

 

Sutatang menyebutkan, benih yang sudah dalam bentuk persemaian siap tanam (winian), dihargai Rp 7 ribu – Rp 8 ribu per ikat. Padahal biasanya, winian hanya seharga Rp 2.500 per ikat.

 

Menurut Sutatang, untuk kebutuhan tanam di lahan seluas satu hektare, para petani membutuhkan winian sekitar 600 ikat. Dengan demikian, modal yang harus dikeluarkan petani untuk membeli winian berkisar antara Rp 4,2 juta – Rp 4,8 juta. Biaya itu belum termasuk ongkos angkut winian dari penjual di luar daerah ke sawah milik petani.

 

Tak hanya mahal, lanjut Sutatang, winian itupun berasal dari benih lokal, yang diproduksi sendiri oleh petani. Padahal, benih itu berasal dari gabah yang mereka simpan untuk konsumsi.

 

Dampaknya, lanjut Sutatang, tanaman padi dari benih tersebut tidak memiliki ketahanan yang baik terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Selain itu, produktivitas padi juga dikhawatirkan akan turun.

 

Dengan menggunakan benih berlabel dan kualitas unggul, terang Sutatang, produktivitas padi rata-rata mencapai tujuh ton per hektare. Namun dengan benih yang diproduksi sendiri, maka produktivitas padi akan kurang dari tujuh ton per hektare. "Kami berharap, bantuan yang dijanjikan pemerintah segera terealisasi," kata Sutatang.

 

Seorang petani di Kecamatan Sliyeg, Khaerudin, mengaku mencari winian hingga ke Kabupaten Majalengka. Dia menyatakan, winian sangat sulit dicari dan harus berebut dengan petani lain.

 

"Para petani memilih langsung menanam winian agar tanaman padi cepat tumbuh dan panen tidak semakin mundur," tutur Khaerudin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement