Kamis 13 Feb 2014 21:20 WIB

Politik Pencitraan Dinilai Tidak Lagi Mujarab

Parpol/ilustrasi
Foto: antara
Parpol/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik pencitraan sudah tidak lagi mujarab untuk menaikkan keterpilihan calon presiden pada Pemilihan Umum 2014 karena rakyat sudah semakin cerdas memilih, kata pengamat komunikasi politik Heri Budiyanto di Jakarta, Kamis.

"Selamat tinggal politik pencitraan karena rakyat sudah mengetahui calon presiden yang hanya mengejar pencitraan atau secara tulus ingin mengabdi untuk bangsa," kata Guru Besar Universitas Mercu Buana Jakarta itu pada Diskusi Bulanan yang diselenggaran Persatuab Wartawan Indonesia Reformasi.

Ia mengungkapkan rakyat sudah bisa menilai dari rekam jejak para calon presiden, apakah amanah menjalankan tugas sebagai pemimpin walaupun di level yang lebih kecil atau sudah pernah diberi tanggung jawab namun tidak amanah.

Ia mencontohkan untuk calon presiden, elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) sulit tertandingi calon-calon lain karena rakyat mengetahui rekam jejak selama mendapatkan amanah sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI.

Ia juga meminta calon lain yang muda dan telah menunjukkan prestasi untuk bangsa bisa tampil sebagai capres dan diusung parpol seperti Wali Kota Surabaya Tri Risma Harini, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, dan Dahlan Iskan.

"Jangan katakan mereka tidak punya pengalaman, karena tidak mungkin calon presiden harus punya pengalaman dulu," katanya.

Kepada peserta diskusi yang sebagian besar mahasiswa dan aktivis kampus, ia meminta agar kaum muda ikut memberikan optimisme kepada rakyat bahwa bangsa Indonesia bisa lebih maju dengan pemimpin yang amanah dan mempunyai rekam jejak yang cemerlang.

"Tugas kaum muda menjelaskan rekam jejak itu kepada rakyat, jangan sampai mereka apatis atau bahkan pragmatis dengan memilih pemimpin yang menggunakan politik uang," katanya.

Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Adin Jauharuddin yang juga pembicara mengatakan, presiden yang terpilih pada Pemilu 2014 harus berani membuat terobosan dengan merampingkan struktur pemerintahan termasuk menghilangkan beberapa kementerian dan komisi nasional yang tugasnya tumpang tindih dengan institusi lain.

"Butuh keberanian untuk merampingkan struktur pemerintahan seperti Gus Dur yang berani membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial," katanya.

Ia menilai struktur pemerintah yang gemuk terjadi karena politik akomodasi untuk memberikan posisi bagi kekuatan pendukung pemerintah.

Sekjen Kornas PWI-Reformasi Yaya Suryadarma mengatakan diskusi bertema "Pemilu Untuk Membangun Kekuatan Bangsa" digelar untuk memberikan pendidikan politik bagi generasi muda dan menyadarkan bahwa mereka sebagai agen perubahan harus ikut menyukseskan pemilu.

"Kaum muda membimbing rakyat untuk memilih pemimpin dengan rekam jejak yang baik serta tidak terbuai dengan politik pencitraan dan politik uang," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement