REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akan melakukan penawaran umum terbatas (PUT) I dalam rangka penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu (HEMTD) sebanyak-banyaknya 3,227 miliar lembar saham biasa atas nama Seri B dengan nominal Rp 459 per lebar. Harga pelaksanaan antara Rp 460-500 per lembar.
Dalam prospektus ringkas yang diterbitkan perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (21/2), dana yang diperoleh dari hasil penerbitan PUT I sekira 80 persen akan digunakan untuk pengembangan armada baru. Perseroan rencananya akan menambah pesawat tipe Boeing B777, Airbus A330 dan A320. "Dan 20 persen akan digunakan untuk modal kerja untuk pembayaran sewa pesawat jenis Boeing B737, B777, Airbus A330, A320, CRJ, dan ATR," tulis prospektus tersebut.
Terkait PUT I, setiap pemegang 701.409 saham lama yang tercatat pada 4 April 2014, berhak atas 100 ribu HMETD. Setiap satu HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli satu saham baru.
Pemegang saham lama yang tidak melaksanakan HMETD akan mengalami penurunan persentase kepemilikan saham dalam jumlah yang cukup material, yaitu maksimum sebesar 12,48 persen. Perseroan juga menyebutkan risiko yang dihadapi investor adalah tidak likuidnya saham yang ditawarkan karena keterbatasan jumlah pemegang saham.
Garuda telah menyampaikan pernyataan pendaftaran emisi efek terkait PUT I ini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 20 Februari 2014. Pernyataan efektif dari regulator diperkirakan diperoleh pada 21 Maret 2014. PUT I akan menjadi efektif setelelah disetujui oleh rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang dilaksanakan pada 24 Maret 2014.
Sampai akhir Desember 2013, Garuda Indonesia membukukan pendapatan usaha sebesar 3,72 miliar dolar AS atau tumbuh 7,02 persen. Pertumbuhan pendapatan didorong oleh naiknya jumlah penumpang. Pendapatan penumpang berjadwal meningkat 9,97 persen menjadi 2,955 miliar dolar AS per akhir 2913. Penumpang Garuda meningkat 22,54 persen menjadi 25 juta penumpang per akhir tahun lalu.
Prospektus tersebut juga menyebutkan adanya risiko utama yang dihadapi perseroan. Salah satunya adalah keterbatasan infrastruktur dan fasilitas Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan bandara lain di Indonesia yang dapat menghambat kemampuan perseroan untuk melakukan ekspansi.