Senin 03 Mar 2014 20:48 WIB

Soal Soalisasi Pemilu 2014, Ini Saran Pandji Pragiwaksono

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
Parpol peserta Pemilu 2014.   (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Parpol peserta Pemilu 2014. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presenter, komedian, dan rapper Pandji Pragiwaksono mengatakan, sosialisai menjelang pelaksanaan pemilu 2014 bisa dilakukan lebih gencar. Selama penyebaran informasi dan pembahasan pesta demokrasi lima tahunan itu dilakukan dengan bahasa yang sederhana.

"Yang dibutuhkan Indonesia adalah orang yang bisa bicara politik dengan bahasa yang lebih mudah dicerna," kata Pandji dalam Focuss Group Discussion dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), di kantor KPU, Jakarta, Senin (3/3).

Pandji yang juga aktif melakukan gerakan sosial lewat jejaring sosial twitter itu mengatakan, KPU harusnya bisa memilih cara yang lebih sederhana untuk meningkatkan partisipasi pemilih.

Isu pemilu yang dinilai cukup berat dapat dikomunikasikan dengan pendekatan yang menyentuh langsung masyarakat sesuai latar belakang masing-masing.

Sebenarnya, lanjut dia, antusiasme pemilu 2014 ini dirasakan Pandji lebih tinggi dibandingkan pemilu periode sebelumnya. Buktinya, bahasan dengan tema politik ramai dilakukan banyak kalangan. Pembicaraan tentang politik juga marak dilakukan di media sosial.

Keputusan memilih atau tidak, menurut dia memang menjadi hak setiap individu. Namun, jika keputusan untuk tidak memilih alias golput tidak dilandasi pengetahuan tentang calon atau partai yang dipilih, dinilainya salah.

"Kalau ada yang golput karena tahu di dapilnya tidak ada yang laik dipilih sah-sah saja dia golput. Tapi sebaiknya tetap datang ke TPS, dan kertas suara dibikin tidak sah," ujarnya.

Tetap datang ke TPS, kata Pandji, bisa meminimalisir kemungkinan surat suara dari upaya manipulasi oleh kelompok tertentu. Setidaknya, datang ke TPS dan memilih cukup efektif bagi Indonesia untuk menghindari dipimpin pemimpin yang lebih buruk.

Peningkatan partisipasi pemilih juga perlu untuk menghapus stigma. Bahwa negara dengan pendidikan tinggi, kesertaan pemilunya rendah. "Kita adalah negara yang kesertaan pemilunya tinggi, apakah artinya negara pendidikan rendah," ujar Pandji.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement