REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Sejak awal krisis Suriah, kerugian langsung di sektor sumber daya mineral dan minyaknya --tulang punggung ekonominya-- naik jadi 502 miliar pound Suriah (tiga miliar dolar AS). Demikian kata Menteri Perminyakan Suriah, Suleiman Al-Abbas, Senin (28/4) waktu setempat.
''Kerugian tersebut meliputi gas dan minyak yang terbuang serta dicuri serta kerusakan prasarana, instalasi, pipa saluran dan perlengkapan,'' kata Al-Abbas dalam laporan yang disiarkan kantor berita resmi Suriah SANA.
Mengenai kerugian tak langsung, Menteri itu memperkirakan jumlahnya mencapai 19 miliar dolar AS. Pemerintah Suriah belum lama ini telah menaikkan harga bensin sampai 20 persen sebagai bagian dari langkah penghematannya guna memangkas biaya subsidi.
Sektor perminyakan adalah tulang punggung ekonomi Suriah dengan jumlah hampir separuh dari total ekspor negeri itu. Namun sejak bentrokan meletus pada 2011, produksi minyak Suriah telah merosot sebab ladang minyak utamanya berada di daerah yang dikuasai gerilyawan di bagian timurlaut dan digunakan secara keliru oleh gerilyawan.
Tahun lalu, Suriah bahkan harus mengimpor minyak dengan nilai 1,7 miliar dolar AS untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
''Yang menambah parah keadaan ialah sanksi yang dijatuhkan oleh negara Uni Eropa atas sektor minyaknya,'' kata Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta pada Selasa (29/4).