REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa pemukulan oleh senior terhadap yunior di sekolah kedinasan kembali memakan korban. Kejadian ini seakan mengingatkan bagaimana sekolah di bawah kementrian harus meningkatkan kembali kurikulum mengenai pembentukan karakter.
Sekolah kedinasan saat ini terkesan menanamkan superioritas sekolahnya agar dipandang sebagai yang terbaik. Kesan inilah yang menjadi disalahtafsirkan oleh mahasiswa. Mereka terlihat menjadi arogan terhadap sekolah lain, termasuk kepada yuniornya.
"Inikan soal karakter building. tentang pembentukan karakter perlu diberikan penambahan. Sehingga mereka buka hanya pintar knowledgenya, tapi juga kepribadian yang mantap, percaya diri, termasuk tahan terhadap segala kendala," ujar Anggota Ombudsman Bid, Penyelesaian laporan Budi Santosa kepada Republka dikantornya, Selasa (29/4).
Pemberian kurikulum sekarang masih kurang dalam menanamkan mengenai kemanusiaan. Akibatnya untuk mendapatkan perhatian dari siswa yunior, para senior bertindak arogan sehingga menimbulkan kesenjangan di antara mereka.
"Siklus kekerasan yang terjadi ini bukan hanya dari mahasiswa, tapi dari iklim lingkungan," ujar Anggota Ombudsman Bid, Penyelesaian laporan Budi Santosa kepada Republka di kantornya, Selasa (29/4). Iklim lingkungan sekolah yang kondusif untuk kekerasan, membuat kejadian seperti ini dapat terulang kembali, lanjut Budi.
Budi mengambil contoh permasalahan mengatasi atau biasa disebut ospek. Kegiatan semacam ini masih kurang diawasi pihak sekolah. Sehingga senior yang notabene menjadi panitia, akan melakukan perploncoan terhadap yuniornya. Kegiatan yang berawal untuk mengenalkan siklus kampus, dan ajang perkenalan siswa senior terhadap yunior mereka, malah berujung pada kekerasan.
Tanpa pengawasan yang baik, siklus ini kembali menumbuhkan embrio baru. Bibit-bibit ini jika tidak diawasi dan diberikan pembekalan mengenai karakter building, dipastikan akan mencontoh para senior yang dulu melakukan perploncoan terhadap mereka.
Untuk mengantisipasi hal ini, kedinasan harus duduk bersama kementrian pendidikan guna membicarakan tindak lanjut dalam pembekalan para siswa. Sehingga di kemudian hari kurikulum pengembangan karakter building mampu menghilangkan kurikulum kekerasan yang selama ini terjadi di tubuh institusi pemerintahan ini.