Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya ONH/BPIH dengan cara utang bank? Siksa apa yang kami alami di Tanah Suci nanti? Apakah lebih baik kami pergi haji menunggu warisan peninggalan orang tua laku dijual, karena kapan lakunya kami belum tahu mengingat bentuknya tanah, sawah dan rumah?
Jawaban:
Pada dasarnya, naik haji itu tidak wajib hukumnya atas orang yang belum mempunyai isthithaah (kemampuan), sebagaimana firman Allah SWT:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka Sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97).
Salah satu arti isthitaah di sini adalah kemampuan dari aspek keuangan atau biaya menjalankan ibadah haji, yang lebih populer dengan istilah Ongkos Naik Haji (ONH) kini BPIH.
Jadi, jika seseorang—termasuk ibu dan suami—belum mempunyai biaya untuk ONH, maka tidak wajib hukumnya menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, kami menganjurkan supaya tidak perlu berutang hanya karena untuk mengerjakan sesuatu yang belum menjadi kewajiban ibu.
Apalagi jika utang tersebut kepada bank atau siapa saja yang ada syarat harus membayar bunga, karena bunga oleh banyak ulama disamakan dengan riba yang justru dapat memberatkan pembayarannya di kemudian hari.
Dengan demikian, menurut pendapat kami, sebaiknya ibu membatalkan pinjaman bank untuk ONH tersebut dan menunggu harta warisan orang tua terjual atau mengusahakan cara-cara yang yang jelas-jelas halal untuk menunaikan ibadah haji.
Semoga niat suci ibu dan suami untuk naik haji diterima, dimudahkan jalannya dan dikabulkan oleh Allah SWT. Amin. Wallahu a'lam bish shawab.