Jumat 09 May 2014 10:31 WIB

Komnas: Pemerintah Tak Berdaya Hadapi Pelecehan Seksual Anak

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait
Foto: Antara/ Ujang Zaelani
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan dimulainya gerakan anti-kekerasan seksual terhadap anak. Keputusan itu diambil setelah rapat terbatas digelar bersama wakil presiden dan sejumlah menteri untuk merespon isu kekerasan seksual terhadap anak yang belakangan mencuat.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, sikap presiden perlu diapresiasi yang memerintahkan kepada jajarannya untuk memperhatikan isu kejahatan seksual terhadap anak. Namun, ia melihat ada alasan tertentu presiden bisa bersikap seperti itu.

''Ini kan bukti jajarannya (menteri dan yang lainnya) tidak berdaya hadapi kasus pelecehan seksual. Presiden tidak menerima data-data pelecehan tersebut. Makanya geram,'' kata Arist, Jumat (9/5).

Apalagi, setiap hari pemberitaan media massa selalu menyuguhkan peristiwa pelecehan seksual di berbagai tempat di Indonesia. Darurat pedofilia ini menjadi perhatian penting presiden. Menurut Arist, kegusaran presiden diperparah dengan informasi 'sang predator' merupakan orang yang dekat dengan korban (anak).

Dari sini, ada tiga faktor yang diperhatikan oleh Arist dalam kebijakan ini, pertama ialah agresifitas pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus tindak pelecehan seksual terhadap anak. Harapan Presiden, elemen pemerintah aktif dalam penyelesaian kasus.

Kedua, gerakan masif yang mendukung pencegahan tindak pelecehan seksual. Gerakan ini tidak hanya dilakukan oleh aparat pemerintah, tapi juga masyarakat dengan menjadi agen pemberantasan pedofilia.

 

''Yang ketiga itu, berkelanjutan. Kasus pelecehan seksual terhadap anak tidak bisa ditangani 'setengah-setengah'. Butuh penanganan yang lebih serius dan terus menerus,'' kata Arist.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement