REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Yeni Huriani, menyatakan hampir semua daerah di Jawa Barat (Jabar) rawan terhadap praktek perdagangan manusia (human trafficking).
Terjeratnya warga Jabar dalam persoalan perdagangan manusia lebih banyak disebabkan oleh faktor ekonomi. Diantara daerah di Jabar yang rentan adalah Garut, Cianjur, dan Sukabumi.
''Mayoritas, mereka terjerat trafficking karena faktor ekonomi. Namun, di daerah urban ada juga korban trafficking yang terjerat karena pengaruh gaya hidup,'' katanya wartawan di Focus Group Discussion dengan Tema "Koordinasi Kebijakan Indonesia ASEAN dalam Penanganan Human Trafficking" di Ruang Program Pascasarjana Kampus FISIP UNPAD, Senin (26/5).
Yeni mengatakan rata-rata para korban trafficiking ini terjerat karena adanya iming-imingi Rp 4 juta untuk bekerja di restoran atau tempat hiburan. Ia menambahkan, ada pengaruh signifikan antara jumlah pernikahan dini dengan peningkatan jumlah kasus trafficking.
Jadi, harus diupayakan berbagai solusi. Salah satunya pemerintah harus berusaha keras menekan adanya pernikahan dini di masyarakat.
"Semakin banyak yang menikah muda maka potensi kasus trafficking bertambah semakin tinggi," katanya.
Menurut Yeni, anak perempuan yang menikah sebelum berusia 19 tahun belum matang secara psikologis. Jadi perceraian sangat rentan di pernikahan usia muda tersebut. Kalau bercerai dan memiliki anak, janda muda tersebut pasti akan mencari penghasilan untuk menafkahi anaknya.
''Tuntutan kebutuhan perempuan usia muda yang bercerai ini kan tinggi. Nah, biasanya ini menciptkan peluang bagi pelaku trafficking untuk memanfaatkan korbannya,'' katanya.
Selain di desa, kata Yeni, fenomena menikah muda pun sudah banyak terjadi pada anak-anak di kota besar. Akibat pergaulan bebas, banyak anak-anak di perkotaan yang hamil di luar nikah dan akhirnya menikah di usia di bawah 19 tahun.
"Fenomena ini mengkhawatirkan. Perceraian mengancam mereka juga, dan peluang pelaku trafficking untuk menjerat korbannya," katanya.