Sabtu 07 Jun 2014 03:02 WIB

Anas Tuding Ada Kepentingan di Balik Kasus yang Menjeratnya

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa Anas Urbaningrum membagikan salinan nota keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/6)
Foto: Republika/ Wihdan
Terdakwa Anas Urbaningrum membagikan salinan nota keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/6)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menyampaikan kecurigaan mendalam di balik kasus penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjeratnya. Dalam nota keberatan hasil tulis tangannya, Anas menyebut seolah ada kepentingan pihak tertentu yang menunggangi perkara hukumnya.

Anas mengungkapkan, dari dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun di matanya terlihat imajiner. Seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya, dinilai Anas hanya bersumber dari mulut Nazaruddin saja.

Di sinilah, titik di mana menurutnya Majelis Hakim harus mempertimbangkan jalannya peradilan selanjutnya. “Dakwaan saya baca seluruhnya, tak ada satupun kata yang saya lewati. Tapi sungguh, tidak ada subtansi dalam penyusunan dakwaan tersebut,” kata dia dalam sidang eksepsi kasusnya di PN Tipikor Jakarta Jumat (6/6).

Anas kemudian menjabarkan pandangan yang menurutnya sangat berkaitan dengan awal mula dari perkara yang menyeretnya ini. Semua ini dipandang Anas bermula dari sikap Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat (PD) saat ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dia mengatakan, SBY yang pada tahun lalu menduduki jabatan Ketua Dewan Pembina (Wanbin) mendesak KPK agar mengusut tuntas dugaan Anas terlibat kasus Hambalang. Dia berujar, saat itu tanggal 4 Februari 2013 SBY meminta KPK untuk segera menentukan nasib hukum Anas. Di saat itu, Anas merasa ditinggal dan dibiarkan menghadapi sendiri permasalahn yang menjeratnya.

“Pak SBY bilang ‘Kalau memang dinyatakan salah, kita terima memang salah. Kalau tidak salah, kita ingin tahu kalau itu tak salah’ ini seperti sudah memosisikan saya harus salah,” kata Anas.

Tak cukup sampai di sana, kata dia, sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka, jauh hari SBY sudah memintanya untuk meletakan jabatan Ketum Demokrat. Diceritakannya, tanggal 7 Februari2 013 anggota Dewan Pembina Syarief Hasan mengaku sudah mengetahui Anas akan dijadikan tersangka oleh KPK.

“Waktu itu usai rapat dengan Ketua Wanbin di Cikeas, dia bilang saya tinggal tunggu pengumuman resmi saja untuk jadi tersangaka,” ujarnya.

Tak lama dari sana, tiba-tiba dikatakan Anas surat perintah penyidikan (sprindik) KPK atas nama dirinya bocor ke publik. Kondisi saat itu pun menjadi riuh, dan situasi semakin menekan posisinya. Bocornya sprindik ini kemudian dianggapnya janggal karena ternyata surat tersebut baru terbit pada 22 Februari 2013. Artinya, Anas baru resmi menjadi tersangka belasan hari setelah surat itu bocor.

Untuk ituah, di matanya ada sebuah proses yang tak biasa mengiri kasusnya. Ketidak laziman menurutnya tampak jelas dan tak bisa hanya sekedar disebut kebetulan semata dari rangkaian yang ia jabarkan ini. “Maksud saya hanya ingin mengingatkan bahwa ada sebuah proses khas yang mengiringi kasus hukum ini,” kata Anas menutup pembacaan nota keberatannya yang berjumlah 30 lembar itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement