REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mabes Polri telah menetapkan dua petinggi majalah Obor Rakyat sebagai tersangka. Penyidik Bareskrim Polri akan melakukan pemeriksaan terhadap dua tersangka ini pada pekan depan.
''Hari Senin (7/7), mereka dipanggil dua-duanya,'' kata Direktur Tindak Pidana Umum, Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Herry Prastowo, Jumat (4/7).
Ia mengatakan, penyidik masih terus berupaya mencari kemungkinan adanya pasal lain yang berkenaan dengan kasus ini. Herry mengatakan, jika masuk produk jurnalistik berarti bisa masuk ke pelanggaran. ''Artinya mereka bisa masuk pelanggaran kode etik dan pelanggaran murni polisi yang menangani,'' kata dia.
Menurut dia, Dewan Pers menyatakan Obor Raykat bukan produk jurnalistik karena tidak memiliki alamat dan tidak berbadan hukum. Penyidik pun menetapkan keduanya dijerat pasal 9 ayat (2) UU No 40/1999 tentang Pers. Sementara, untuk masuk ke ranah UU Pilpres, polisi sudah berkordinasi dengan Bawaslu, dan ditolak dengan alasan sudah kadaluarsa.
Herry mengatakan, polisi sedang mengambil keterangan saksi ahli bahasa dan pidana untuk melihat adanya kemungkinan pelanggaran pencemaran nama baik dan SARA. ''Belum tau, kan nanti ada ahli bahasa dan pidana. Supaya objektif tidak bisa memutuskannya kan ada ahli. Kalau termasuk fitnah atau tidak, nanti akan dikenakan. Sementara ini dulu saja,'' kata dia.
Setelah meminta keterangan sejumlah saksi ahli termasuk Dewan Pers, Mabes Polri menetapkan Setyardi Budiono selaku Pemred Tabloid Obor dan Darmawan Sepriyossa sebagai redaktur sebagai tersangka. Keduanya dianggap melakukan pelanggaran terhadap UU Pers dengan tidak memiliki badan hukum.
Pasal yang diajukan ialah pasal 9 ayat (2) UU No 40/1999 tentang Pers dengan ancaman denda paling banyak Rp 100 juta sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 18 ayat (3) UU No 40/1999.