REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk memastikan pemilihan presiden (Pilpres) 9 Juli besok, berlangsung secara jujur, adil (jurdil) dan damai.
"Kasus di Hongkong harus menjadi perhatian. SBY harus memastikan Pilpres berjalan jurdil dan damai. SBY harus mendesak KPU untuk memastikan kepada kita bahwa mereka bisa menyelenggarakan pilpres ini dengan baik," kata pengamat politik Margarito Kamis, kemarin.
Sementara itu, peneliti Poins Karel S meminta pemerintah mengklarifikasi isu adanya intervensi aparat penegak hukum dan negara yang menggiring pemilih untuk mencoblos pasangan capres tertentu pada masa tenang dan pemilihan di luar negeri.
"Intervensi politik maupun taktis, justru akan menempatkan pemerintah dalam posisi yang sulit. Di mana capres yang dirugikan atau kalah nantinya akan berdalih bahwa pemerintah telah bertindak di luar kewenangannya dan mendukung salah satu capres," katanya.
Dia mengingatkan, ranah pilpres adalah milik KPU dan Bawaslu. Tugas pemerintah hanya melindungi segala tindakan yang sesuai dan proporsional dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan aturan undang-undang. "Karena itu pemerintah harus klarifikasi isu yang beredar tersebut," imbaunya.
Karel menambahkan, netralitas TNI/ Polri menjadi harga mati. Dan, apabila ada indikasi penyimpangan maka dilaporkan saja ke Panglima TNI Jenderal Moeldoko.
"Jadi jangan hanya sekadar melempar isu soal kecurangan, tapi kurang bukti atau tak mau melaporkan kepada Panglima TNI. Semua informasi harus diklarifikasi sehingga tidak menjadi bubble information. Ini bisa mempengaruhi psikologi pemilih akar rumput nantinya."