REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menilai perbedaan Hasil quick count dapat menimbulkan masalah bagi proses demokrasi yang dinilai Persepi sudah menunjukan kedewasaan bangsa Indonesia, Rabu (9/7).
“Sangat penting bagi lembaga peneliti untuk memberikan pendidikan politik kepada seluruh masyarakat Indonesia, karena peneliti termasuk pihak ketiga yang tugasnya mengajarkan tentang politik bagi masyarakat,” ujar Anggota Dewan Etik Persapi Hamdi Muluk di Balai Kartini, Jakarta Selatan.
Menurut Persepi perbedaan hasil perhitungan cepat dapat merusak demokrasi. “Perbedaan hasi quick count ini ditengarai akan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merusak proses pemilihan presiden yang sebenarnya sudah diselenggarakan dengan cara menunjukan kedewasaan dalam berdemokrasi,” kat Hamdi
Hal senada juga dikatakan sekjen Persapi Yunarto Wijaya, menurutnya hal ini penting untuk ditindak lanjuti, karena akan menjadi masalah jika hasil yang berbeda ini menjadi acuan.
“Bahaya kalau ini dijadikan acuan bagi kalangan Grass root (Akar rumput) karna bisa menimbulkan konflik,” ujarnya.
“Keanomalian itu harus ditengahi oleh asosiasi lembaga survey sehingga proses multitafsir atau klaim yang berbeda ini tidak berjalan sampai 22 Juli untuk dijadikan acuan pembenaran sehingga kemudian bangsa ini terus terbelah,” katanya.
Menurut Yunarto jangan sampai hal ini menunggu hingga real count KPU pada 22 Juli akan berdampak buruk. “Ini bukan sekedar berbicara perbedaan pendapat antara dua peneliti atau antar beberapa lembaga, tetapi ketika ini dipercaya dan dijadikan justifikasi oleh timses yang tidak puas, sehingga bisa menimbulkan efek negatif sepeti merasa pemilu ini tidak memiliki legitimasi, atau konflik, ini bermacam-macam,” katanya.