REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata selama tiga hari yang dimulai, Jumat (1/8) dini hari. Selain gencatan senjata, di hari yang sama solusi jangka panjang dari konflik yang terjadi di Gaza akan segera dibicarakan di Kairo.
Gencatan senjata yang telah disepakati kedua belah pihak ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry dan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon. Menurut mereka, gencatan senjata merupakan upaya yang paling baik yang dapat dilakukan saat ini, untuk menekan jumlah korban sipil di Jalur Gaza.
"Gencatan senjata adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat kita semua harus memberikan hak-hak hidup para warga sipil tak berdosa di Gaza," ujar pernyataan yang dikeluarkan Kerry, saat berada di New Delhi, India, dilansir Reuters, Jumat (1/8).
Setelah gencatan senjata dimulai pukul 1 dini hari waktu Gaza, ratusan warga mulai aktivitas di sepanjang jalan-jalan kota. Banyak dari mereka berjalan kembali menuju rumah, yang selama ini ditinggalkan akibat kondisi tidak aman. Sementara itu, di waktu yang sama di Israel, sirine penanda datangnya roket tidak berbunyi sama sekali.
Salah seorang warga Gaza mengatakan, ia berharap gencatan senjata antara Israel dan Hamas dapat berlangsung secara permanen. Selama hampir empat minggu Israel meluncurkan serangan intensif di Jalur Gaza, sedikitnya 1.459 warga Palestina tewas dan 7.000 terluka. Sebagian besar korban adalah warga sipil, yang didominasi oleh wanita dan anak-anak.
"Kami akan kembali ke rumah kami di Beit Lahiya. Semoga gencatan senjata ini dapat berlangsung selamanya dan kami tidak lagi harus hidup dalam ketakutan," ujar Asharaf zayed (38), seorang warga Gaza, yang juga menjadi ayah dari empat orang anak.